Belajar User Experience Design dari Spotify

Spotify mengubah konsumsi musik dari kumpulan lagu fisik menuju ke kumpulan lagu dalam playlist yang beragam.

Bagi saya, aplikasi yang harus ada dalam kondisi apapun adalah Spotify. Aplikasi ini menemani mulai dari mengawali pagi, memulai pekerjaan, menikmati sore, belajar sesuatu hal yang baru, berbagi daftar putar, hingga belajar hal baru dari sosok terkenal pun semua bisa dilakukan bersama Spotify. Dalam hal penggunaan pun saya sangat puas dengan pengalaman penggunaannya.
Ada beberapa hal yang bisa kita ambil dari bagaimana Spotify mengembangkan User Experience Design layanan mereka dan bisa kita implementasikan ke project atau produk kita.

Dark Mode secara Default

Penggunaan Dark Mode dari awal merupakan pilihan yang bagus. Tulisan putih dengan background gelap lebih ramah dengan mata dibandingkan tulisan hitam dengan background terang.

Minimalist dan Lega

Dibandingkan dengan Apple Music, aplikasi mobile Spotify lebih lega. Ini bisa dilihat dari volume control yang terdapat pada Apple Music yang membuat sesak tampilan aplikasi padahal kebanyakan pengguna mengatur volume melalui tombol yang ada di samping smartphone.

Mobile First

Spotify mengedepankan penggunaan pada aplikasi mobile mereka. Bisa dilihat dari tombol Browse yang digabungkan dengan fitur Search untuk menyediakan alat navigasi utama pada halaman itu

Desain yang Konsisten

Konsistensi desain mereka membuat pengguna lebih mudah beradaptasi ketika ada perubahan dan penambahan fitur. Lihat saja betapa mereka konsisten dengan menampilkan gambar artis dengan bingkai bulat, sedang lagu dan album ditampilkan dalam bingkai kotak.

Algoritma

Algoritma menjadi salah satu kunci eksplorasi pengguna karena mereka akan terus mendapatkan rekomendasi berbasi dari fiter kolaboratif, analisis audio dan riwayat pengguna.

Dapatkan Artikel Ekslusif tiap Jum’at Pukul 07:09 langsung ke email kamu.