Lemahnya Perkembangan Internet di Indonesia
Saat ini, internet sudah tidak bisa dipisahkan dari kehidupan kita sehari-hari. Bayangkan bagaimana jika kehidupan kita sehari saja tanpa internet. Mungkin pekerjaan akan jadi berantakan, komunikasi dengan teman dan keluarga terganggu, atau bahkan bisa mendatangkan kerugian materil.
Jika dulu kita mengenal pribahasa “Buku adalah jendela dunia”, kiranya tidak berlebihan jika saat ini kita menggantinya dengan sebutan “Internet adalah jendela dunia”. Melalui internet, kita telah menghilangkan sekat-sekat ruang dan waktu. Begitu pentingnya peran internet dalam kehidupan manusia modern, yang pasti hidup kita akan hampa tanpa internet.
Namun siapa sangka, di tengah masifnya penggunaan internet di kota-kota besar di Indonesia, ternyata perkembangan dan penyebaran internet di Indonesia masih jauh tertinggal dibanding negara-negara lain.
Saat ini, kita mengenal ICT Development Index (IDI) sebagai indikator pengembangan teknologi internet di suatu negara. Indikator ini dapat menjadi alat untuk membandingkan perkembangan teknologi informasi antar negara. Publikasi indeks ini dimulai sejak tahun 2009 oleh International Telecommunication Union.
Tujuan IDI adalah mengetahui level dan perkembangan indeks antar negara, mengetahui perkembangan IDI di negara berkembang dan negara maju, mengukur digital divide dan perbedaan IDI antarnegara. IDI mengombinasi 11 indikator menjadi satu buah ukuran perbandingan. Melalui indeks inilah, kita bisa mengukur diri sudah sejauh mana perkembangan teknologi internet Indonesia.
Ternyata posisi Indonesia saat ini masih belum menggembirakan. Pada tahun 2017, Indonesia memiliki nilai IDI sebesar 4.33 dan berada di peringkat 111 dunia, dari keseluruhan sebanyak 176 negara yang dinilai. Bahkan posisi Indonesia masih berada di bawah Botswana (peringkat 105), Fiji (peringkat 107), Kyrgyztan (peringkat 109) dan Tonga (peringkat 110).
Sedangkan pada tahun 2016, Indonesia menduduki peringkat 114 dunia dengan nilai IDI sebesar 3.85. Meskipun ada peningkatan dibandingkan tahun sebelumnya, namun Indonesia tetap harus banyak berbenah untuk mengejar ketertinggalan ini.
Untuk meningkatkan nilai IDI, pada bulan Desember 2017 lalu diadakanlah kegiatan urun rembug dalam bentuk simposium yang mendatangkan para ahli ICT dan stakeholder data IDI. Ikut hadir dalam simposium ini adalah Kementerian Komunikasi dan Informatika, Kementerian Pendidikan Nasional, Biro Pusat Statistik dan operator. Dengan diadakannya simposium, diharapkan dapat memberikan inisiatif, pemikiran dan pengetahuan untuk meningkatkan IDI Indonesia.
“Dengan sharing ilmu pengetahuan, kita bisa tahu kalau memang ada kekurangan-kekurangan dalam menghitung indeks ini. Kita jadi tahu ternyata ini yang kita perlukan. Umpamanya digital literasi di Indonesia rendah atau ICT digital skillnya yang perlu ditingkatkan,” ujar Dirjen Aplikasi Informatika Samuel Abrijani Pangerapan dalam siaran pers Kementerian Komunikasi dan Informatika.
Selanjutnya, hasil karya dan simposium akan digunakan dalam pembahasan lanjutan para ahli hingga menghasilkan dokumen acuan langkah strategis Indonesia dalam meningkatkan IDI. Hasil simposium akan dipergunakan pemerintah sebagai acuan pengembangan teknologi informasi di Indonesia.
Meskipun IDI penting untuk mengukur perkembangan teknologi informasi di Indonesia, namun semoga bukan hanya peningkatan nilai IDI yang menjadi tujuan utama pemerintah. Yang lebih penting dari IDI sejatinya adalah lebih meratanya penyebaran dan akses internet di Indonesia, juga peningkatan kualitasnya. Sehingga informasi dan pengetahuan bisa turut dinikmati oleh saudara-saudara kita yang ada di pedalaman Indonesia.