Dalam lanskap teknologi global yang terus berkembang, Artificial Intelligence atau AI muncul sebagai fondasi transformatif, menghasilkan inovasi yang signifikan di berbagai sektor. Meski demikian, potensi AI juga diiringi dengan tantangan yang kompleks, termasuk risiko pelanggaran privasi individu, keberadaan bias dalam algoritma, serta konsekuensi sosial yang masih memerlukan kajian mendalam. 

Menyadari isu-isu tersebut, sejumlah negara telah mengambil langkah-langkah awal untuk meregulasi pemanfaatan AI melalui pendekatan yang adaptif dan bertahap, memungkinkan penyesuaian regulasi seiring dengan kemajuan teknologi. Artikel ini akan mengulas inisiatif regulasi AI yang telah diimplementasikan di lima negara, yaitu China, Amerika Serikat, Kanada, Brasil, dan Jepang.

Ilustrasi China

1. China

China telah menjadi salah satu pelopor dalam regulasi AI, dengan langkah awal yang dimulai pada 2017 melalui New Generation AI Development Plan. Menurut IAPP, kebijakan ini dirancang untuk menjadikan China sebagai pemimpin global dalam teknologi AI pada tahun 2030. Rencana ini mencakup investasi besar dalam penelitian dan pengembangan, serta panduan untuk memastikan AI mendukung tujuan nasional. Pada tahun yang sama, Cybersecurity Law diberlakukan untuk mengamankan data yang digunakan dalam sistem AI, sebagaimana dilaporkan oleh Spiceworks.

Langkah regulasi semakin diperketat pada 2023 dengan diperkenalkannya Measures for the Management of Generative AI Services, yang mengatur AI generatif seperti pembuat konten otomatis. Kebijakan ini, menurut Taylor Wessing, menekankan kepatuhan terhadap nilai-nilai sosialisme dan keamanan nasional, mewajibkan penyedia layanan untuk memfilter konten yang dianggap bertentangan dengan ideologi pemerintah. Dampaknya signifikan bagi perusahaan teknologi seperti Alibaba dan Tencent, yang harus menyesuaikan algoritma mereka untuk memenuhi standar ketat ini, sering kali mengorbankan fleksibilitas inovasi. Dr. Kai-Fu Lee, mantan kepala Google China, menyebut pendekatan ini sebagai “pedang bermata dua” yang mendorong kemajuan teknologi sekaligus membatasi kreativitas demi kontrol negara.

Ilustrasi Amerika Serikat

2. Amerika Serikat

Amerika Serikat mengambil pendekatan yang lebih terdesentralisasi dalam mengatur AI, dengan fokus pada pemanfaatan regulasi yang sudah ada dan inisiatif tingkat negara bagian. Menurut White & Case, pada 2023, Federal Trade Commission (FTC) menyatakan bahwa hukum privasi dan persaingan usaha yang ada, seperti Section 5 of the FTC Act, dapat digunakan untuk mengawasi penggunaan AI yang tidak etis, seperti pelanggaran privasi atau diskriminasi. Namun, di tingkat negara bagian, California memimpin dengan AB 331, sebuah undang-undang yang disahkan pada 2023 dan mewajibkan transparansi dalam penggunaan AI untuk keputusan penting seperti perekrutan atau pemberian kredit, sebagaimana dilansir oleh Spiceworks.

Kebijakan ini memaksa perusahaan teknologi di Silicon Valley, seperti Google dan Meta, untuk meningkatkan keterbukaan dalam penggunaan AI, meskipun hal ini juga menambah kompleksitas operasional dan biaya kepatuhan. Senator Scott Wiener, penggagas AB 331, menegaskan bahwa “transparansi adalah fondasi untuk memastikan AI tidak menjadi alat yang menindas tanpa sepengetahuan publik.” Pendekatan ini mencerminkan budaya Amerika Serikat yang mengutamakan inovasi pasar bebas, tetapi juga menunjukkan kesadaran akan perlunya pengawasan untuk melindungi konsumen.

Ilustrasi Kanada

3. Kanada

Kanada memulai langkah regulasi AI pada 2017 melalui Pan-Canadian AI Strategy, sebuah inisiatif yang diluncurkan oleh Canadian Institute for Advanced Research (CIFAR). Menurut The Week, strategi ini bertujuan untuk membangun ekosistem AI yang aman dan etis dengan mendanai penelitian di kota-kota seperti Toronto dan Montreal. Langkah lebih konkret diambil pada 2022 dengan pengajuan Artificial Intelligence and Data Act (AIDA) sebagai bagian dari Bill C-27. Menurut Taylor Wessing, AIDA dirancang untuk mengurangi risiko dari sistem AI berkinerja tinggi, seperti yang digunakan dalam pelayanan kesehatan atau keamanan publik, dengan mewajibkan penilaian risiko dan pelaporan dampak.

Jika disahkan, AIDA akan mempengaruhi perusahaan teknologi di Kanada dengan menuntut akuntabilitas yang lebih besar, terutama di pusat inovasi seperti Toronto, yang dikenal sebagai salah satu pusat AI terbesar di dunia. Menteri Inovasi, Sains, dan Industri Kanada, François-Philippe Champagne, menyatakan bahwa “AIDA adalah langkah untuk memastikan AI berkembang dengan cara yang bertanggung jawab, menyeimbangkan inovasi dengan kepercayaan publik.” Pendekatan Kanada ini menunjukkan komitmen untuk mengintegrasikan etika dalam pengembangan teknologi.

Ilustrasi Brasil

4. Brasil

Brasil memulai upaya regulasi AI pada 2020 dengan pembentukan komisi khusus di Kongres Nasional untuk merumuskan kerangka hukum. Menurut Legalnodes, pada 2022, komisi ini merilis rancangan regulasi yang menekankan perlindungan hak individu, seperti privasi dan nondiskriminasi, serta klasifikasi risiko AI berdasarkan tingkat dampaknya pada masyarakat. Proses ini melibatkan konsultasi publik yang luas untuk memastikan masukan dari berbagai pemangku kepentingan, sebagaimana dilaporkan oleh Washington Post.

Rancangan tersebut, yang masih dalam tahap pembahasan pada 2023, akan mewajibkan transparansi dalam penggunaan AI untuk keputusan sensitif, seperti diagnosis medis atau persetujuan pinjaman bank. Anggota parlemen Brasil, Orlando Silva, menegaskan bahwa “regulasi harus menjadi jembatan antara kemajuan teknologi dan perlindungan hak dasar warga negara.” Pendekatan Brasil yang inklusif ini mencerminkan upaya untuk menyeimbangkan inovasi dengan keadilan sosial di negara berkembang.

Ilustrasi Jepang

5. Jepang

Jepang mengadopsi pendekatan yang lebih promotif dibandingkan restriktif dalam meregulasi AI. Pada 2018, Act on Promotion of Research, Development and Utilization of AI disahkan untuk mendorong adopsi AI di sektor publik dan swasta, sebagaimana dilansir oleh Mind Foundry. Kemudian, pada 2021, AI Strategy 2021 diperkenalkan dengan fokus pada panduan etika sukarela, seperti penghormatan terhadap privasi dan keadilan, menurut IAPP.

Pendekatan ini memberikan kebebasan kepada perusahaan seperti Sony dan Toyota untuk mengembangkan teknologi AI tanpa beban regulasi yang berat, meskipun beberapa ahli mengkhawatirkan kurangnya pengawasan terhadap isu privasi. Profesor Hiroshi Nakagawa dari Universitas Tokyo menilai bahwa “Jepang sengaja memilih strategi lembut untuk mempercepat inovasi, dengan kemungkinan regulasi lebih ketat di masa depan jika diperlukan.” Strategi ini mencerminkan budaya Jepang yang mengutamakan harmoni antara teknologi dan masyarakat.

Next Upcoming Event

Exclusive Class – Government Chief Information Officer (GCIO)

18 June 2025
- Inixindo Jogja
  • 28

    days

  • 10

    hours

  • 7

    minutes

  • 54

    seconds

KELAS TATA KELOLA IT DAN AI

Executive Class kembali dengan IT Governance + AI Strategies and Policies! Klik Disini untuk dapatkan Promonya!

00Days
:
00Hours
:
00Mins
:
00Secs