
Tantangan Tata Kelola Data di Era Artificial Intelligence
Di era Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence/AI), tata kelola data menjadi salah satu fondasi utama untuk memastikan implementasi AI yang efektif dan berkelanjutan. Namun, berbagai tantangan dalam tata kelola data muncul seiring dengan pesatnya perkembangan teknologi ini. Tata kelola data tidak hanya melibatkan aspek teknis, tetapi juga mencakup faktor manusia, keamanan, serta regulasi yang harus dipatuhi. Berikut adalah beberapa tantangan tata kelola di era AI:
1. Kualitas dan Kompetensi Data
Kualitas data yang rendah menjadi salah satu hambatan terbesar dalam implementasi AI. Data yang tidak akurat, tidak lengkap, atau tidak relevan dapat menghasilkan model AI yang bias dan tidak dapat diandalkan.
Sebuah studi dari Gartner menunjukkan bahwa kualitas data yang buruk bertanggung jawab atas kegagalan proyek analitik dan AI hingga 40% di banyak perusahaan global. Hal ini menyoroti pentingnya validasi data yang ketat sebelum digunakan dalam pelatihan model AI.
Sebagai contoh, sistem pengenalan wajah telah diketahui lebih akurat dalam mengidentifikasi individu berkulit terang dibandingkan dengan individu berkulit gelap, karena data pelatihan yang tidak mencakup berbagai keragaman ras.
Studi lain menunjukkan bahwa algoritma rekrutmen berbasis AI milik Amazon pernah cenderung mendiskriminasi kandidat wanita karena data historis yang digunakan untuk melatih model ini mencerminkan bias gender dalam perekrutan sebelumnya.
Laporan dari PwC menunjukkan bahwa 72% perusahaan menghadapi tantangan terkait kualitas data mereka ketika mengadopsi AI. Selain itu, perusahaan seringkali kesulitan menentukan standar kualitas data yang seragam, terutama jika data berasal dari berbagai sumber yang berbeda.
2. Kesenjangan Keterampilan Digital
Kurangnya sumber daya manusia yang memiliki keahlian dalam tata kelola data dan teknologi AI menjadi kendala signifikan.Sebagai contoh, di sektor perbankan, beberapa lembaga keuangan melaporkan kesulitan dalam merekrut analis data yang mampu mengelola sistem berbasis AI.
Laporan dari Bank Dunia juga menunjukkan bahwa institusi keuangan di negara berkembang sering kali kekurangan tenaga kerja yang mampu memahami konsep tata kelola data secara holistik, yang berdampak pada lambatnya proses digitalisasi.
Studi IBM dan KORIKA mengungkapkan bahwa 47% perusahaan di Indonesia mengalami kesulitan menangani kesenjangan keterampilan digital.
Ketidakmampuan perusahaan untuk merekrut dan melatih tenaga kerja yang memiliki keterampilan terkait AI membuat adopsi teknologi ini berjalan lebih lambat. Tantangan ini juga terkait dengan minimnya akses ke pelatihan teknologi yang relevan, terutama di negara-negara berkembang. Dengan meningkatnya kebutuhan akan keahlian seperti analitik data, pemrograman, dan pemahaman etika AI, kesenjangan ini harus segera diatasi.
3. Tata Kelola Data Internal
Banyak perusahaan belum memiliki sistem tata kelola data yang terpadu, menyebabkan data tersebar di berbagai sistem yang tidak saling terintegrasi. Sebagai contoh, sebuah perusahaan logistik global berhasil mengatasi tantangan ini dengan mengimplementasikan middleware untuk menyatukan data dari berbagai platform seperti sistem manajemen gudang, pengiriman, dan penagihan.
Solusi ini memungkinkan mereka untuk mengelola data secara real-time dan mengurangi redundansi data, sehingga meningkatkan efisiensi operasional. Teknologi seperti data warehouse, data lake, atau middleware dapat menjadi solusi untuk membantu menyatukan data dari berbagai sumber sehingga pengelolaan dan analisis data dapat dilakukan dengan lebih efisien.
Penelitian menunjukkan bahwa 40% perusahaan di Indonesia menghadapi tantangan ini, yang menghambat implementasi AI secara efektif. Ketidakmampuan dalam membangun arsitektur data yang terstandar mengakibatkan inefisiensi operasional. Data sering kali berada dalam “silo” yang tidak dapat diakses oleh tim atau departemen lain, yang pada akhirnya mengurangi nilai strategis data tersebut.

4. Keamanan dan Privasi Data
Pengumpulan dan pemrosesan data dalam jumlah besar untuk melatih model AI sering kali menimbulkan risiko keamanan dan privasi. Jika data tidak dikelola dengan baik, risiko kebocoran atau penyalahgunaan data meningkat.
Sebuah laporan dari IBM Security mencatat bahwa rata-rata kerugian finansial akibat kebocoran data global mencapai USD 4,35 juta per insiden pada tahun 2022. Selain kerugian finansial, dampak reputasi perusahaan juga menjadi salah satu konsekuensi serius.
Selain itu, regulasi yang semakin ketat terkait perlindungan data pribadi, seperti GDPR di Uni Eropa dan UU PDP di Indonesia, memaksa perusahaan untuk mengadopsi langkah-langkah perlindungan yang lebih komprehensif. Namun, banyak perusahaan yang masih berjuang untuk mematuhi regulasi ini, terutama dalam mengelola data pelanggan lintas batas negara.
5. Pertimbangan Etis
Tantangan etis dalam penggunaan AI, seperti bias algoritma, privasi, dan dampak terhadap tenaga kerja, juga menjadi perhatian utama. Sebagai contoh, bias algoritma dapat memengaruhi kelompok tertentu secara negatif, seperti dalam kasus sistem rekrutmen otomatis yang secara tidak sengaja mendiskriminasi kandidat wanita karena data pelatihan yang didominasi oleh laki-laki.
Situasi serupa terjadi dalam sistem kredit skor di mana algoritma cenderung memberikan skor lebih rendah pada komunitas minoritas karena data historis yang tidak seimbang. Hal ini menunjukkan bahwa pengelolaan data yang inklusif dan representatif sangat penting untuk meminimalkan dampak bias algoritma.
Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemenkomdigi) telah mengeluarkan pedoman etika AI untuk memastikan teknologi ini digunakan secara bertanggung jawab. Namun, implementasi pedoman ini masih menjadi tantangan tersendiri.
Solusi untuk Mengatasi Tantangan
Menghadapi tantangan ini membutuhkan pendekatan yang komprehensif, antara lain:
- Peningkatan Kualitas Data: Menerapkan standar tata kelola data untuk memastikan data yang digunakan memiliki kualitas tinggi. Langkah ini mencakup proses pembersihan data, validasi, dan pemantauan kualitas data secara terus-menerus.
- Pelatihan dan Pengembangan SDM: Memberikan pelatihan kepada tenaga kerja untuk mengatasi kesenjangan keterampilan digital. Kolaborasi dengan universitas dan institusi pendidikan dapat membantu menciptakan talenta baru di bidang AI dan data.
- Integrasi Sistem Data: Membangun infrastruktur data yang memungkinkan integrasi antar-sistem. Investasi dalam teknologi seperti data lake dan platform manajemen data dapat membantu perusahaan mengelola data dengan lebih efektif.
- Keamanan Data yang Ketat: Menggunakan teknologi enkripsi dan sistem keamanan yang canggih untuk melindungi data. Audit keamanan secara berkala diperlukan untuk memastikan sistem tetap aman dari ancaman baru.
- Kebijakan dan Regulasi: Mengadopsi kebijakan yang mendorong tata kelola data dan penggunaan AI secara etis. Pemerintah dan sektor swasta perlu bekerja sama untuk menciptakan ekosistem yang mendukung inovasi sekaligus menjaga kepentingan publik.
Executive Class – IT Governance with COBIT 2019 + AI Strategies and Policies
-
00
days
-
00
hours
-
00
minutes
-
00
seconds