Manus AI: Inovasi Agen AI Otomatis dari Tiongkok yang Mengguncang Industri

Manus AI: Inovasi Agen AI Otomatis dari Tiongkok yang Mengguncang Industri

Manus AI, yang namanya diambil dari bahasa Latin “manus” yang berarti “tangan”, merupakan agen kecerdasan buatan (AI) otonom yang dikembangkan oleh startup Tiongkok, Monica. Monica adalah perusahaan teknologi yang berfokus pada pengembangan kecerdasan buatan generatif dan sistem multi-agen, dengan tujuan menciptakan AI yang mampu menangani tugas-tugas kompleks secara mandiri. Diluncurkan pada 6 Maret 2025, Manus AI menarik perhatian luas karena klaimnya mampu menjalankan tugas kompleks tanpa intervensi manusia secara terus-menerus. Artikel ini akan mengulas fitur, performa, serta kontroversi yang mengiringi kehadirannya di tengah persaingan global dalam bidang AI.

Apa Itu Manus AI?

Manus AI adalah agen AI generik yang dirancang untuk mengubah ide pengguna menjadi aksi nyata. Berbeda dengan chatbot tradisional yang hanya merespons pertanyaan, Manus AI mampu melakukan perencanaan, eksekusi, dan penyelesaian tugas secara penuh. Misalnya, dari menyortir CV, menganalisis tren saham, hingga membuat website interaktif—semuanya dapat dilakukan hanya dengan satu perintah awal dari pengguna.

Laporan dari TechCrunch dan VentureBeat juga mengungkapkan bahwa teknologi ini dirancang untuk menghadirkan efisiensi baru dalam otomatisasi tugas berbasis AI, dengan fokus pada pemrosesan data yang lebih cepat dan akurat.

Fitur Unggulan Manus AI

1. Eksekusi Tugas Secara Mandiri

Manus AI dirancang untuk bekerja di lingkungan komputasi awan. Setelah menerima perintah, sistem ini akan merencanakan dan menjalankan serangkaian subtugas—mulai dari pengambilan data, analisis, hingga pembuatan output seperti spreadsheet atau website. Pengguna dapat memberikan satu instruksi dan membiarkan AI menyelesaikan tugasnya secara otomatis.

2. Kemampuan Multi-modal

Salah satu keunggulan utama Manus AI adalah kemampuannya dalam memproses berbagai tipe data (teks, gambar, dan kode), sehingga dapat digunakan di berbagai sektor, seperti analisis data, pembuatan konten, dan pengelolaan proyek. Fitur ini membuatnya sering dibandingkan dengan AI seperti DeepSeek dan ChatGPT.

3. Integrasi dengan Berbagai Alat

Manus AI mendukung integrasi dengan aplikasi eksternal seperti browser, editor kode, dan sistem basis data. Dengan demikian, AI ini mampu mengakses informasi real-time dan mengotomatiskan alur kerja yang kompleks, memberikan keunggulan bagi profesional yang membutuhkan asisten virtual dengan kapabilitas eksekusi yang luas.

Performa dan Benchmark

Beberapa pengujian awal menunjukkan bahwa Manus AI mampu menyelesaikan tugas-tugas kompleks dengan cepat dan akurat. Dilansir dari VentureBeat, pada benchmark GAIA yang mengukur kemampuan pemecahan masalah nyata, AI ini diklaim mengungguli model-model kompetitor seperti Deep Research dari OpenAI.

Namun, beberapa pengguna awal melaporkan bahwa sistem ini masih memiliki kekurangan, seperti kesalahan eksekusi dan kecenderungan menghasilkan data sintetis jika informasi asli tidak tersedia. Menurut TechRadar, ChatGPT lebih andal untuk penggunaan umum, sementara Manus AI lebih unggul dalam tugas-tugas multi-langkah dan analisis mendalam.

Tanggapan dan Kontroversi

1. Isu Privasi dan Keamanan Data

Dilansir dari TechCrunch, beberapa pakar mempertanyakan di mana data pengguna disimpan dan apakah ada akses oleh pihak berwenang Tiongkok. Kekhawatiran ini semakin meningkat karena model distribusi Manus AI yang masih bersifat eksklusif dan terbatas.

2. Strategi Pemasaran “Hunger Marketing”

Manus AI menggunakan metode “hunger marketing”, di mana aksesnya dibatasi dan hanya diberikan kepada kelompok eksklusif. Strategi ini memicu spekulasi apakah hype yang dibangun mampu menutupi kekurangan teknisnya. Pengguna di forum seperti Reddit dan Twitter melaporkan bahwa meskipun fitur-fiturnya menarik, pengalaman pengguna masih beragam, dengan beberapa mengeluhkan terbatasnya akses dan respons sistem yang belum konsisten.

3. Persaingan dengan AI Global

Dilansit dari The Verge, Manus AI turut memicu diskusi tentang persaingan AI antara Tiongkok dan Amerika Serikat. Beberapa analis melihatnya sebagai indikasi kemajuan signifikan dalam riset AI di Tiongkok, meskipun tantangan terkait standar keamanan dan regulasi internasional masih ada.

Prospek Masa Depan

Manus AI membuka peluang besar dalam dunia kerja dan otomatisasi tugas-tugas rutin. Jika terus disempurnakan, AI ini bisa diterapkan di berbagai sektor, seperti:

  • Pendidikan: Tutor virtual yang memberikan bimbingan belajar personal.
  • Keuangan: Deteksi transaksi mencurigakan untuk mencegah penipuan.
  • Layanan Pelanggan: Chatbot berbasis AI yang memberikan respons cepat, seperti asisten virtual Erica dari Bank of America.

Namun, agar dapat diterima secara luas, pengembang perlu meningkatkan transparansi, mengatasi isu privasi, dan memastikan sistemnya bekerja secara konsisten tanpa kesalahan fatal. Keberhasilan Manus AI juga akan bergantung pada kemampuannya untuk berintegrasi dengan ekosistem digital yang sudah mapan serta membangun kepercayaan pengguna terhadap produk dari luar negeri.

Manus AI adalah inovasi signifikan dalam dunia kecerdasan buatan otonom. Dengan kemampuan eksekusi tugas yang mendalam, dukungan multi-modal, dan integrasi yang luas, AI ini menawarkan solusi baru untuk tantangan digital yang kompleks. Namun, masih ada berbagai tantangan yang perlu diatasi, termasuk peningkatan akurasi eksekusi, transparansi data, dan aksesibilitas global.

Next Upcoming Event

Executive Class – IT Governance with COBIT 2019 + AI Strategies and Policies

20 May 2025
- 5 Stars Hotel
  • 1

    day

  • 16

    hours

  • 24

    minutes

  • 10

    seconds

5 Langkah Penting Agar Perusahaan Sukses Menerapkan AI

5 Langkah Penting Agar Perusahaan Sukses Menerapkan AI

Di era transformasi digital, penerapan kecerdasan buatan (AI) telah menjadi salah satu strategi utama untuk meningkatkan efisiensi, inovasi, dan daya saing perusahaan. Namun, sebelum memulai investasi di bidang AI, perusahaan perlu melakukan persiapan matang. Sebagai contoh, perusahaan seperti Amazon dan Google telah berhasil menerapkan AI setelah melakukan perencanaan yang komprehensif, termasuk investasi besar dalam data berkualitas dan infrastruktur teknologi. Menurut laporan McKinsey, perusahaan yang telah menerapkan AI dengan strategi yang matang mampu meningkatkan produktivitas hingga 40% dan mengurangi biaya operasional secara signifikan. Artikel ini mengulas 5 hal penting yang perlu dipersiapkan agar penerapan AI dapat berjalan lancar dan mendukung tujuan bisnis secara optimal.

1. Menetapkan Tujuan dan Strategi AI

Penerapan AI bukan hanya soal teknologi, melainkan juga soal visi dan misi perusahaan. Visi yang jelas akan membantu perusahaan menentukan arah pengembangan AI yang sesuai dengan tujuan jangka panjang, sementara misi yang kuat memastikan bahwa implementasi AI tetap selaras dengan nilai dan budaya perusahaan. Tanpa visi dan misi yang terdefinisi dengan baik, AI dapat diterapkan secara tidak efektif atau bahkan bertentangan dengan strategi bisnis perusahaan. Oleh karena itu, langkah awal yang krusial adalah:

  • Identifikasi Tujuan Bisnis: Tentukan masalah bisnis apa yang ingin diselesaikan dengan AI, misalnya meningkatkan produktivitas, mengurangi biaya operasional, atau meningkatkan kepuasan pelanggan.
  • Rancang Strategi AI: Buat roadmap implementasi yang mencakup tahap perencanaan, pengembangan, dan evaluasi. Strategi yang jelas akan memudahkan pengukuran keberhasilan dan penyesuaian di masa mendatang.

Dengan menetapkan tujuan dan strategi secara tepat, perusahaan dapat mengarahkan investasi pada solusi AI yang benar-benar relevan dan memberikan nilai tambah.

2. Ketersediaan Data Berkualitas

Data merupakan fondasi utama dalam pengembangan AI. Tanpa data yang berkualitas, algoritma AI tidak akan mampu memberikan hasil yang optimal. Persiapkan hal-hal berikut:

  • Pengumpulan Data: Pastikan data yang dikumpulkan relevan dengan kebutuhan bisnis dan dapat digunakan untuk melatih model AI.
  • Pembersihan dan Validasi: Data harus dibersihkan dari kesalahan dan duplikasi. Validasi data juga penting agar analisis yang dihasilkan akurat.
  • Keamanan dan Privasi: Terapkan kebijakan keamanan data yang ketat untuk melindungi informasi sensitif dan memastikan kepatuhan terhadap regulasi.

Investasi pada pengelolaan data yang baik akan menjadi modal penting dalam keberhasilan penerapan AI.

5. Evaluasi Risiko dan Etika Penerapan AI

Sebelum menerapkan AI, penting untuk mengidentifikasi serta mengelola risiko yang mungkin muncul, baik dari sisi teknis maupun etika. Sebagai contoh, perusahaan seperti Amazon dan Facebook pernah menghadapi tantangan etika dalam penggunaan AI. Amazon terpaksa menghentikan sistem AI untuk rekrutmen karena ditemukan bias gender yang tidak disengaja dalam pemilihan kandidat. Sementara itu, Facebook mendapat kritik atas penggunaan algoritma AI yang memperkuat penyebaran berita palsu dan memengaruhi opini publik. Studi kasus ini menunjukkan bahwa tanpa pengawasan dan pengelolaan yang tepat, AI dapat menimbulkan dampak negatif yang tidak diinginkan. Beberapa aspek yang perlu diperhatikan adalah:

  • Keamanan Sistem: Lakukan analisis risiko untuk mengantisipasi kemungkinan serangan siber dan kerentanan sistem.
  • Transparansi Algoritma: Pastikan bahwa keputusan yang dihasilkan oleh AI dapat dipertanggungjawabkan dan tidak menimbulkan bias.
  • Kepatuhan Regulasi: Patuhi standar dan regulasi terkait privasi data serta penggunaan AI, seperti GDPR atau regulasi lokal yang berlaku.
  • Dampak Sosial: Pertimbangkan dampak sosial dari penerapan AI, terutama terkait penggantian pekerjaan dan perubahan struktur organisasi.

Evaluasi risiko dan penerapan etika yang ketat akan membantu menciptakan kepercayaan bagi seluruh stakeholder dan mendukung keberlanjutan implementasi AI.

3. Infrastruktur Teknologi yang Memadai

Implementasi AI memerlukan infrastruktur teknologi yang andal dan scalable. Beberapa platform dan teknologi yang sering digunakan dalam penerapan AI antara lain layanan cloud seperti AWS, Google Cloud, dan Microsoft Azure, yang menyediakan komputasi berbasis cloud untuk kebutuhan AI. Selain itu, framework machine learning seperti TensorFlow dan PyTorch juga banyak digunakan untuk membangun dan melatih model AI secara efisien. Perusahaan harus memastikan bahwa sistem IT-nya siap mendukung solusi AI, antara lain:

  • Cloud Computing: Manfaatkan layanan cloud untuk menyimpan, mengolah, dan menganalisis data secara efisien.
  • Komputasi Berperforma Tinggi: Investasi pada perangkat keras seperti GPU atau server khusus untuk mendukung proses training dan inferensi model AI.
  • Integrasi Sistem: Pastikan sistem yang ada dapat diintegrasikan dengan platform AI, sehingga data dan proses bisnis dapat berjalan secara sinergis.

Infrastruktur yang tepat tidak hanya meningkatkan performa AI, tetapi juga memastikan kelancaran operasional secara keseluruhan.

3. Infrastruktur Teknologi yang Memadai

Implementasi AI memerlukan infrastruktur teknologi yang andal dan scalable. Beberapa platform dan teknologi yang sering digunakan dalam penerapan AI antara lain layanan cloud seperti AWS, Google Cloud, dan Microsoft Azure, yang menyediakan komputasi berbasis cloud untuk kebutuhan AI. Selain itu, framework machine learning seperti TensorFlow dan PyTorch juga banyak digunakan untuk membangun dan melatih model AI secara efisien. Perusahaan harus memastikan bahwa sistem IT-nya siap mendukung solusi AI, antara lain:

  • Cloud Computing: Manfaatkan layanan cloud untuk menyimpan, mengolah, dan menganalisis data secara efisien.
  • Komputasi Berperforma Tinggi: Investasi pada perangkat keras seperti GPU atau server khusus untuk mendukung proses training dan inferensi model AI.
  • Integrasi Sistem: Pastikan sistem yang ada dapat diintegrasikan dengan platform AI, sehingga data dan proses bisnis dapat berjalan secara sinergis.

Infrastruktur yang tepat tidak hanya meningkatkan performa AI, tetapi juga memastikan kelancaran operasional secara keseluruhan.

Penerapan AI menawarkan potensi besar untuk mendorong inovasi dan efisiensi di berbagai sektor bisnis. Namun, agar implementasi tersebut sukses, perusahaan harus mempersiapkan lima aspek utama: menetapkan tujuan dan strategi yang jelas, mengelola data berkualitas, membangun infrastruktur teknologi yang mendukung, mengembangkan SDM melalui pelatihan, dan melakukan evaluasi risiko serta etika secara menyeluruh. Dengan persiapan yang matang, perusahaan akan lebih siap menghadapi tantangan transformasi digital dan meraih keunggulan kompetitif di pasar yang semakin dinamis.
Next Upcoming Event

Executive Class – IT Governance with COBIT 2019 + AI Strategies and Policies

20 May 2025
- 5 Stars Hotel
  • 1

    day

  • 16

    hours

  • 24

    minutes

  • 10

    seconds

Google Search Luncurkan Fitur Experimental AI yang Mengubah Cara Pencarian Informasi

Google Search Luncurkan Fitur Experimental AI yang Mengubah Cara Pencarian Informasi

Google kembali mendobrak batas inovasi dengan menghadirkan fitur experimental yang mengintegrasikan kecerdasan buatan (AI) ke dalam mesin pencari andalannya. Berbeda dari AI Overviews yang sebelumnya hanya menampilkan ringkasan dari hasil pencarian, fitur baru ini memungkinkan interaksi yang lebih mendalam dengan pengguna melalui AI Mode, yang dapat memberikan jawaban lebih kontekstual serta mendukung pertanyaan lanjutan secara lebih dinamis. Fitur ini, yang kini tengah diuji coba di Google Labs, menawarkan pengalaman pencarian yang lebih interaktif dan personal, sekaligus menantang paradigma tradisional “10 blue links” yang selama ini menjadi ciri khas Google Search.

Transformasi Pencarian dengan AI

Dalam upaya menghadapi persaingan dari layanan berbasis AI seperti ChatGPT dan Perplexity, yang semakin populer sebagai sumber pencarian berbasis percakapan, Google telah mengembangkan AI Mode—sebuah fitur yang menggabungkan teknologi generative AI untuk menyajikan ringkasan informasi secara langsung. Dengan AI Mode, Google berusaha mempertahankan relevansinya dengan menawarkan pengalaman pencarian yang lebih interaktif dan intuitif, mirip dengan pendekatan yang digunakan oleh pesaingnya. Dengan menggunakan model kustom Gemini 2.0, AI Mode mampu:

  • Memberikan Ringkasan Cerdas: Menyajikan jawaban langsung berupa ringkasan yang dikurasi dari berbagai sumber, sehingga pengguna tidak perlu lagi membuka banyak halaman untuk menemukan informasi yang relevan.
  • Memfasilitasi Pertanyaan Lanjutan: Pengguna dapat mengajukan pertanyaan follow-up secara langsung melalui antarmuka chatbot, memungkinkan eksplorasi topik secara mendalam.
  • Mengintegrasikan Data Real-Time: Fitur ini memanfaatkan data dari Google Knowledge Graph dan berbagai sumber web untuk memastikan informasi yang diberikan tetap up-to-date dan akurat.

“Kami mendengar dari para power user bahwa mereka menginginkan jawaban yang lebih komprehensif dan mudah diakses. Dengan AI Mode, kami berharap dapat memberikan solusi pencarian yang tidak hanya cepat, tetapi juga kaya informasi,” ujar Robby Stein, VP Produk Google Search.

 

Manfaat dan Tantangan bagi Pengguna dan Dunia SEO

Keunggulan Pengalaman Pengguna

Bagi para pengguna, fitur ini memberikan keuntungan dengan:

  • Efisiensi Waktu: Informasi yang kompleks bisa diakses dengan cepat tanpa harus menjelajahi banyak halaman.
  • Kemudahan Interaksi: Antarmuka yang menyerupai chatbot memungkinkan dialog interaktif yang memudahkan pengguna untuk memahami topik yang rumit.
  • Personalisasi: Kemampuan AI dalam mengingat konteks pertanyaan memungkinkan pengalaman pencarian yang lebih personal dan relevan.

Dampak Terhadap Dunia SEO

Meski inovasi ini menawarkan pengalaman pencarian yang lebih modern, para ahli SEO mengkhawatirkan dampaknya terhadap lalu lintas organik dan keterlihatan konten. Menurut laporan dari Search Engine Journal, beberapa pakar menyatakan bahwa fitur AI ini dapat mengurangi jumlah klik ke situs web karena pengguna mendapatkan jawaban langsung tanpa perlu mengunjungi sumber asli.

  • Penurunan Trafik Organik: Dengan munculnya ringkasan AI yang langsung memberikan jawaban, potensi klik ke website asli mungkin menurun.
  • Tantangan Kualitas Konten: Para penerbit perlu beradaptasi agar kontennya tetap relevan dan mendalam, sehingga tetap bisa menarik perhatian algoritma Google meski ringkasan AI sudah tersedia.

Google sendiri menekankan bahwa sistem peringkat dan mekanisme proteksi keamanannya tetap dipertahankan. AI Overviews yang kini menjadi dasar dari AI Mode dirancang untuk hanya menampilkan informasi yang didukung oleh hasil pencarian berkualitas tinggi. Dengan demikian, meskipun fitur ini mengubah cara pengguna mengakses informasi, Google berupaya memastikan bahwa sumber asli tetap mendapatkan eksposur melalui tautan yang disematkan dalam ringkasan AI.

Inovasi Berkelanjutan di Google Labs

Fitur AI Mode ini merupakan bagian dari rangkaian eksperimen di Google Labs yang terus berkembang. Saat ini, AI Mode hanya tersedia sebagai opsi opt-in terutama bagi pengguna yang telah menjadi bagian dari Google One AI Premium (Google Blog). Dengan masukan dari pengguna dan pengujian internal yang intensif, Google berkomitmen untuk terus memperbaiki teknologi ini guna mengurangi potensi kesalahan atau “hallucinations” yang pernah terjadi pada versi awal AI Overviews.

Selain itu, Google juga telah mengembangkan fitur-fitur lain yang memanfaatkan teknologi AI, seperti kemampuan untuk menjawab pertanyaan melalui suara dan pencarian berbasis gambar. Semua inovasi ini menunjukkan betapa seriusnya Google dalam mengintegrasikan AI ke dalam ekosistem produk-produknya, sekaligus membangun masa depan pencarian yang lebih intuitif dan responsif.

Kesimpulan

Dengan hadirnya fitur experimental AI Mode di Google Search, pengguna kini dapat menikmati pengalaman pencarian yang lebih mendalam dan interaktif. Walaupun masih dalam tahap pengujian, inovasi ini menunjukkan komitmen Google untuk terus berinovasi demi memenuhi kebutuhan pengguna di era digital. Bagi para praktisi SEO dan penerbit konten, perubahan ini menuntut adaptasi agar tetap relevan dalam menghadapi lanskap pencarian yang semakin terintegrasi dengan kecerdasan buatan.

Google terus berupaya menyeimbangkan antara inovasi teknologi dan keberlangsungan ekosistem web, memastikan bahwa setiap peningkatan fitur tidak mengorbankan kualitas serta kredibilitas informasi yang disajikan. Salah satu langkah yang diambil adalah dengan menampilkan tautan sumber dalam ringkasan AI untuk memastikan pengguna tetap dapat mengakses informasi asli. Selain itu, Google juga menerapkan kebijakan pemantauan ketat terhadap hasil AI dengan terus mengembangkan sistem evaluasi dan mekanisme pelaporan kesalahan, sehingga informasi yang diberikan tetap akurat dan dapat dipercaya. Dengan evolusi AI dalam Google Search, masa depan pencarian informasi tampak semakin dinamis dan personal.

Next Upcoming Event

Exclusive Class – Government Chief Information Officer (GCIO)

18 June 2025
- Inixindo Jogja
  • 30

    days

  • 16

    hours

  • 24

    minutes

  • 10

    seconds

ASEAN Terbitkan Panduan Tata Kelola dan Etika AI, Fokus pada AI Generatif

ASEAN Terbitkan Panduan Tata Kelola dan Etika AI, Fokus pada AI Generatif

Artificial Intelligence atau AI telah berkembang pesat di seluruh dunia dan semakin berperan dalam berbagai aspek kehidupan, mulai dari bisnis, kesehatan, hingga pemerintahan. Negara-negara maju telah mengadopsi AI untuk meningkatkan efisiensi dan inovasi, sementara perusahaan teknologi global terus mengembangkan model AI yang semakin canggih. Namun, perkembangan ini juga menimbulkan tantangan, seperti penyalahgunaan AI, dampak terhadap tenaga kerja, serta isu etika dan privasi.

Menurut laporan dari European Parliamentary Research Service (2023), di Amerika Serikat dan Eropa, lebih dari 70% video deepfake yang beredar digunakan untuk tujuan disinformasi dan manipulasi politik. Di Tiongkok, laporan dari Stanford University (2022) menunjukkan bahwa teknologi pengenalan wajah AI telah digunakan dalam pengawasan massal yang menciptakan kekhawatiran tentang privasi individu. Data ini menyoroti pentingnya regulasi AI yang ketat untuk memastikan penggunaannya tetap etis dan bertanggung jawab.

Bagi ASEAN, perkembangan AI global membawa implikasi yang signifikan. Di satu sisi, AI memberikan peluang besar bagi pertumbuhan ekonomi dan peningkatan layanan publik di negara-negara ASEAN. Di sisi lain, tanpa tata kelola yang jelas, penggunaan AI yang tidak bertanggung jawab dapat menimbulkan risiko, seperti penyebaran informasi palsu, ancaman terhadap keamanan siber, dan bias dalam pengambilan keputusan berbasis AI. Oleh karena itu, ASEAN perlu menerapkan kebijakan yang tepat untuk memastikan bahwa AI dapat dimanfaatkan secara maksimal dengan tetap menjaga keamanan dan kesejahteraan masyarakat.

Apa Itu AI Governance?

AI semakin berkembang di ASEAN dan membawa banyak manfaat, seperti meningkatkan efisiensi pekerjaan dan menciptakan inovasi baru. Namun, teknologi ini juga memiliki risiko yang perlu dikelola agar aman dan tidak disalahgunakan.

Untuk itu, ASEAN telah menyusun Expanded ASEAN Guide on AI Governance and Ethics – Generative AI, yang mencakup rekomendasi tentang akuntabilitas dalam pengembangan AI serta strategi untuk mengurangi risiko seperti disinformasi dan pelanggaran privasi. Panduan ini memberikan pedoman tentang penggunaan AI yang bertanggung jawab, termasuk strategi mitigasi risiko, prinsip transparansi, keamanan data, serta upaya menjaga keseimbangan antara inovasi dan perlindungan hak-hak peng

Tantangan AI di ASEAN

Generative AI adalah jenis AI yang dapat menciptakan teks, gambar, suara, dan video. Meski bermanfaat, ada beberapa tantangan yang perlu diperhatikan, seperti:

  1. Kesalahan Informasi – AI bisa memberikan jawaban yang salah atau menyesatkan.

  2. Penyebaran Hoaks – AI dapat digunakan untuk membuat berita palsu atau manipulasi informasi.

  3. Deepfake dan Penipuan – AI bisa menciptakan video atau suara palsu yang menyerupai orang asli.

  4. Pelanggaran Hak Cipta – AI mungkin menggunakan data tanpa izin pemiliknya.

  5. Keamanan Data Pribadi – AI berpotensi menyalahgunakan data pribadi pengguna.

  6. Bias dalam AI – AI bisa mencerminkan bias dari data yang digunakan saat dilatih.

Selain itu, ada juga risiko jangka panjang seperti AI yang sulit dikendalikan dan dampaknya terhadap lapangan kerja, misalnya dengan menggantikan pekerjaan yang bersifat rutin di sektor manufaktur, layanan pelanggan, dan administrasi. Namun, di sisi lain, AI juga dapat menciptakan peluang baru dalam bidang teknologi, analisis data, dan pengembangan sistem AI yang membutuhkan tenaga kerja dengan keterampilan khusus.

Strategi ASEAN untuk Tata Kelola AI

Untuk mengatasi tantangan ini, ASEAN telah menetapkan berbagai kebijakan untuk memastikan AI digunakan secara aman dan bertanggung jawab. Salah satunya adalah menentukan tanggung jawab yang jelas dalam pengembangan dan penggunaan AI, sehingga setiap pihak yang terlibat memiliki peran yang terdefinisi dengan baik. Selain itu, pengelolaan data yang baik menjadi fokus utama, dengan memastikan bahwa data yang digunakan dalam AI aman dan mewakili budaya ASEAN.

ASEAN juga mengembangkan standar keamanan AI, yang telah diterapkan di beberapa negara anggota. Misalnya, Singapura telah meluncurkan AI Verify, sebuah inisiatif untuk menguji dan memverifikasi keandalan sistem AI. Sementara itu, Malaysia telah mengembangkan pedoman AI etis yang menekankan transparansi dan keamanan dalam pengembangannya. Langkah-langkah ini menunjukkan komitmen ASEAN dalam menciptakan ekosistem AI yang aman dan terpercaya.

Untuk mengantisipasi penyalahgunaan, sistem pelaporan insiden AI diterapkan agar kesalahan atau tindakan tidak sah dapat segera diatasi. Selain itu, pengujian AI dilakukan sebelum teknologi ini diterapkan guna memastikan akurasi dan keamanannya.

Dalam hal keamanan, ASEAN juga menaruh perhatian pada keamanan siber, yang bertujuan untuk melindungi sistem AI dari ancaman digital. Salah satu langkah konkret lainnya adalah menerapkan penandaan konten AI, sehingga pengguna dapat mengenali konten yang dihasilkan oleh kecerdasan buatan. Upaya ini didukung dengan riset tentang keamanan AI, guna memastikan teknologi ini terus berkembang dengan cara yang aman. Terakhir, ASEAN mendorong pemanfaatan AI untuk manfaat publik, khususnya dalam meningkatkan layanan di sektor pendidikan dan kesehatan.

Langkah Nyata di Negara-Negara ASEAN

Beberapa negara ASEAN telah mengambil langkah konkret dalam AI governance, termasuk pengembangan model AI lokal dan implementasi kebijakan AI yang bertanggung jawab untuk meningkatkan inovasi dan keamanan teknologi.

  • Vietnam – Mengembangkan PhoGPT, model bahasa AI untuk memperkuat ekosistem AI lokal.

  • Thailand – Mengembangkan ThaiLLM, AI berbasis bahasa Thai untuk meningkatkan layanan berbasis AI.

  • Singapura – Meluncurkan Project Moonshot untuk menguji dan mengevaluasi AI dengan standar internasional.

AI generatif memiliki potensi besar bagi ASEAN, tetapi juga membawa tantangan yang perlu dikelola dengan baik. Dengan Panduan AI Governance ASEAN, negara-negara di kawasan ini berupaya menyeimbangkan inovasi dan regulasi agar AI digunakan dengan aman dan bertanggung jawab.

Melalui kebijakan yang jelas, keamanan data, dan transparansi, ASEAN dapat menciptakan ekosistem AI yang bermanfaat bagi semua orang. Dengan kerja sama yang erat, ASEAN dapat menjadi pemimpin dalam tata kelola AI yang etis dan berkelanjutan.

Next Upcoming Event

Exclusive Class – Government Chief Information Officer (GCIO)

18 June 2025
- Inixindo Jogja
  • 30

    days

  • 16

    hours

  • 24

    minutes

  • 10

    seconds

Tantangan Tata Kelola Data di Era Artificial Intelligence

Tantangan Tata Kelola Data di Era Artificial Intelligence

Di era Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence/AI), tata kelola data menjadi salah satu fondasi utama untuk memastikan implementasi AI yang efektif dan berkelanjutan. Namun, berbagai tantangan dalam tata kelola data muncul seiring dengan pesatnya perkembangan teknologi ini. Tata kelola data tidak hanya melibatkan aspek teknis, tetapi juga mencakup faktor manusia, keamanan, serta regulasi yang harus dipatuhi. Berikut adalah beberapa tantangan tata kelola di era AI:

1. Kualitas dan Kompetensi Data

Kualitas data yang rendah menjadi salah satu hambatan terbesar dalam implementasi AI. Data yang tidak akurat, tidak lengkap, atau tidak relevan dapat menghasilkan model AI yang bias dan tidak dapat diandalkan. 

Sebuah studi dari Gartner menunjukkan bahwa kualitas data yang buruk bertanggung jawab atas kegagalan proyek analitik dan AI hingga 40% di banyak perusahaan global. Hal ini menyoroti pentingnya validasi data yang ketat sebelum digunakan dalam pelatihan model AI. 

Sebagai contoh, sistem pengenalan wajah telah diketahui lebih akurat dalam mengidentifikasi individu berkulit terang dibandingkan dengan individu berkulit gelap, karena data pelatihan yang tidak mencakup berbagai keragaman ras.

Studi lain menunjukkan bahwa algoritma rekrutmen berbasis AI milik Amazon pernah cenderung mendiskriminasi kandidat wanita karena data historis yang digunakan untuk melatih model ini mencerminkan bias gender dalam perekrutan sebelumnya. 

Laporan dari PwC menunjukkan bahwa 72% perusahaan menghadapi tantangan terkait kualitas data mereka ketika mengadopsi AI. Selain itu, perusahaan seringkali kesulitan menentukan standar kualitas data yang seragam, terutama jika data berasal dari berbagai sumber yang berbeda.

2. Kesenjangan Keterampilan Digital

Kurangnya sumber daya manusia yang memiliki keahlian dalam tata kelola data dan teknologi AI menjadi kendala signifikan.Sebagai contoh, di sektor perbankan, beberapa lembaga keuangan melaporkan kesulitan dalam merekrut analis data yang mampu mengelola sistem berbasis AI. 

Laporan dari Bank Dunia juga menunjukkan bahwa institusi keuangan di negara berkembang sering kali kekurangan tenaga kerja yang mampu memahami konsep tata kelola data secara holistik, yang berdampak pada lambatnya proses digitalisasi. 

Studi IBM dan KORIKA mengungkapkan bahwa 47% perusahaan di Indonesia mengalami kesulitan menangani kesenjangan keterampilan digital. 

Ketidakmampuan perusahaan untuk merekrut dan melatih tenaga kerja yang memiliki keterampilan terkait AI membuat adopsi teknologi ini berjalan lebih lambat. Tantangan ini juga terkait dengan minimnya akses ke pelatihan teknologi yang relevan, terutama di negara-negara berkembang. Dengan meningkatnya kebutuhan akan keahlian seperti analitik data, pemrograman, dan pemahaman etika AI, kesenjangan ini harus segera diatasi.

3. Tata Kelola Data Internal

Banyak perusahaan belum memiliki sistem tata kelola data yang terpadu, menyebabkan data tersebar di berbagai sistem yang tidak saling terintegrasi. Sebagai contoh, sebuah perusahaan logistik global berhasil mengatasi tantangan ini dengan mengimplementasikan middleware untuk menyatukan data dari berbagai platform seperti sistem manajemen gudang, pengiriman, dan penagihan.

 Solusi ini memungkinkan mereka untuk mengelola data secara real-time dan mengurangi redundansi data, sehingga meningkatkan efisiensi operasional. Teknologi seperti data warehouse, data lake, atau middleware dapat menjadi solusi untuk membantu menyatukan data dari berbagai sumber sehingga pengelolaan dan analisis data dapat dilakukan dengan lebih efisien. 

Penelitian menunjukkan bahwa 40% perusahaan di Indonesia menghadapi tantangan ini, yang menghambat implementasi AI secara efektif. Ketidakmampuan dalam membangun arsitektur data yang terstandar mengakibatkan inefisiensi operasional. Data sering kali berada dalam “silo” yang tidak dapat diakses oleh tim atau departemen lain, yang pada akhirnya mengurangi nilai strategis data tersebut.

ilustrasi  data

4. Keamanan dan Privasi Data

Pengumpulan dan pemrosesan data dalam jumlah besar untuk melatih model AI sering kali menimbulkan risiko keamanan dan privasi. Jika data tidak dikelola dengan baik, risiko kebocoran atau penyalahgunaan data meningkat. 

Sebuah laporan dari IBM Security mencatat bahwa rata-rata kerugian finansial akibat kebocoran data global mencapai USD 4,35 juta per insiden pada tahun 2022. Selain kerugian finansial, dampak reputasi perusahaan juga menjadi salah satu konsekuensi serius.

Selain itu, regulasi yang semakin ketat terkait perlindungan data pribadi, seperti GDPR di Uni Eropa dan UU PDP di Indonesia, memaksa perusahaan untuk mengadopsi langkah-langkah perlindungan yang lebih komprehensif. Namun, banyak perusahaan yang masih berjuang untuk mematuhi regulasi ini, terutama dalam mengelola data pelanggan lintas batas negara.

5. Pertimbangan Etis

Tantangan etis dalam penggunaan AI, seperti bias algoritma, privasi, dan dampak terhadap tenaga kerja, juga menjadi perhatian utama. Sebagai contoh, bias algoritma dapat memengaruhi kelompok tertentu secara negatif, seperti dalam kasus sistem rekrutmen otomatis yang secara tidak sengaja mendiskriminasi kandidat wanita karena data pelatihan yang didominasi oleh laki-laki.

Situasi serupa terjadi dalam sistem kredit skor di mana algoritma cenderung memberikan skor lebih rendah pada komunitas minoritas karena data historis yang tidak seimbang. Hal ini menunjukkan bahwa pengelolaan data yang inklusif dan representatif sangat penting untuk meminimalkan dampak bias algoritma.

Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemenkomdigi) telah mengeluarkan pedoman etika AI untuk memastikan teknologi ini digunakan secara bertanggung jawab. Namun, implementasi pedoman ini masih menjadi tantangan tersendiri.

Solusi untuk Mengatasi Tantangan

Menghadapi tantangan ini membutuhkan pendekatan yang komprehensif, antara lain:

  • Peningkatan Kualitas Data: Menerapkan standar tata kelola data untuk memastikan data yang digunakan memiliki kualitas tinggi. Langkah ini mencakup proses pembersihan data, validasi, dan pemantauan kualitas data secara terus-menerus.
  • Pelatihan dan Pengembangan SDM: Memberikan pelatihan kepada tenaga kerja untuk mengatasi kesenjangan keterampilan digital. Kolaborasi dengan universitas dan institusi pendidikan dapat membantu menciptakan talenta baru di bidang AI dan data.
  • Integrasi Sistem Data: Membangun infrastruktur data yang memungkinkan integrasi antar-sistem. Investasi dalam teknologi seperti data lake dan platform manajemen data dapat membantu perusahaan mengelola data dengan lebih efektif.
  • Keamanan Data yang Ketat: Menggunakan teknologi enkripsi dan sistem keamanan yang canggih untuk melindungi data. Audit keamanan secara berkala diperlukan untuk memastikan sistem tetap aman dari ancaman baru.
  • Kebijakan dan Regulasi: Mengadopsi kebijakan yang mendorong tata kelola data dan penggunaan AI secara etis. Pemerintah dan sektor swasta perlu bekerja sama untuk menciptakan ekosistem yang mendukung inovasi sekaligus menjaga kepentingan publik.
Next Upcoming Event

Executive Class – IT Governance with COBIT 2019 + AI Strategies and Policies

20 May 2025
- 5 Stars Hotel
  • 1

    day

  • 16

    hours

  • 24

    minutes

  • 10

    seconds

KELAS TATA KELOLA IT DAN AI

Executive Class kembali dengan IT Governance + AI Strategies and Policies! Klik Disini untuk dapatkan Promonya!

01Days
:
08Hours
:
24Mins
:
09Secs