Di tengah akselerasi transformasi digital, peran system analyst menjadi semakin krusial. Mereka tidak hanya menerjemahkan kebutuhan bisnis ke dalam bentuk sistem. Mereka juga berperan sebagai penghubung antara teknologi dan strategi perusahaan. Dalam konteks ini, seorang system analyst dituntut memiliki kombinasi keterampilan teknis dan non-teknis yang adaptif terhadap perubahan zaman.
Menurut laporan dari World Economic Forum tahun 2023, peran yang berhubungan dengan analisis sistem dan teknologi termasuk dalam daftar pekerjaan yang paling dibutuhkan di era digital. Maka tak heran jika permintaan terhadap system analyst diprediksi akan terus meningkat seiring berkembangnya kebutuhan digitalisasi di berbagai sektor industri.
1. Kemampuan Analisis Bisnis dan Problem Solving
System analyst tidak bisa hanya mengandalkan pemahaman teknis. Mereka harus mampu memahami model bisnis, alur kerja, serta kebutuhan stakeholder. Kemampuan ini penting agar solusi sistem yang dirancang benar-benar menjawab permasalahan bisnis. Misalnya, dalam sebuah perusahaan ritel, analisis kebutuhan yang tepat dapat membantu merancang sistem manajemen inventaris otomatis yang mampu memangkas waktu pengecekan stok hingga 50%. Ditambah, mereka juga harus memiliki kecakapan dalam menyelesaikan masalah kompleks secara sistematis.
Berdasarkan riset McKinsey & Company (2023), 67% proyek digital mengalami keterlambatan karena kesalahan dalam fase analisis kebutuhan.
Dengan kata lain, seorang system analyst harus memiliki naluri bisnis, kepekaan terhadap proses kerja organisasi, dan kemampuan berpikir kritis dalam mencari solusi yang efektif.
2. Keterampilan Komunikasi dan Negosiasi
System analyst bertindak sebagai jembatan antara tim teknis (developer) dan non-teknis (user/stakeholder). Untuk itu, kemampuan berkomunikasi secara efektif, baik secara lisan maupun tertulis, menjadi modal utama. Termasuk di dalamnya keterampilan dalam melakukan presentasi, wawancara kebutuhan (requirement elicitation), dan fasilitasi diskusi lintas fungsi.
Tak hanya komunikasi satu arah, kemampuan bernegosiasi juga penting, khususnya ketika harus menyelaraskan antara keterbatasan teknis dengan ekspektasi bisnis yang tinggi.
3. Penguasaan Tools dan Teknik System Analysis and Design Modern
Di era digital, tools SAD tidak lagi sekadar menggambar diagram UML. Saat ini banyak platform dan perangkat bantu yang mempercepat proses analisis dan dokumentasi sistem, seperti:
- Lucidchart dan Draw.io untuk pemodelan diagram
- Jira dan Confluence untuk manajemen requirement
- Balsamiq atau Figma untuk prototyping antarmuka pengguna
- Enterprise Architect untuk pemodelan sistem secara mendalam
System analyst modern juga perlu memahami teknik seperti Use Case Modeling (untuk menggambarkan interaksi antara sistem dan pengguna), Business Process Modeling (BPMN) (untuk memvisualisasikan alur proses bisnis secara sistematis), dan Entity Relationship Diagram (ERD) (untuk merancang struktur data dan relasi antar entitas). Selain itu, pendekatan Agile membantu dalam pengembangan sistem secara iteratif dan responsif terhadap perubahan, sedangkan Design Thinking digunakan untuk memahami kebutuhan pengguna secara lebih mendalam dan inovatif.
4. Pemahaman Teknis yang Mendasar
Meskipun tidak dituntut untuk coding layaknya software engineer, system analyst idealnya memahami dasar-dasar pemrograman, API, serta arsitektur sistem (seperti client-server, microservices, dan cloud computing). Hal ini penting agar solusi yang diusulkan feasible dari sisi teknis dan realistis untuk diimplementasikan. Sebagai contoh, jika seorang system analyst tidak memahami batasan arsitektur cloud yang digunakan, mereka bisa saja merancang sistem dengan fitur yang tidak kompatibel atau terlalu mahal untuk dioperasikan, sehingga menghambat proses implementasi.
Dilansir dari LinkedIn Jobs Report 2024, kemampuan seperti SQL, pemahaman REST API, serta pengetahuan dasar cloud (AWS, Azure) kini menjadi nilai tambah yang signifikan bagi system analyst.
5. Adaptabilitas terhadap Perubahan Teknologi dan Budaya Kerja
Teknologi terus berubah, begitu pula dengan metodologi pengembangan sistem. Misalnya, kemunculan teknologi seperti kecerdasan buatan (AI), machine learning, dan platform cloud-native seperti Kubernetes telah mengubah cara sistem dirancang dan dikelola. Hal ini menuntut system analyst untuk terus memperbarui pengetahuan teknologinya agar tetap relevan dan mampu menyesuaikan rancangan sistem dengan perkembangan terbaru. Seorang system analyst harus mampu belajar dengan cepat, mengikuti tren seperti AI integration, automation tools, maupun teknologi blockchain jika relevan.
Selain itu, mereka juga harus mampu beradaptasi dengan budaya kerja digital seperti remote collaboration, penggunaan platform DevOps, dan integrasi sistem secara real-time.
Era digital menuntut peran system analyst lebih dari sekadar analis teknis. Mereka kini bertransformasi menjadi mitra strategis dalam membangun sistem yang agile, scalable, dan customer-centric. Untuk itu, penguasaan kombinasi antara hard skill dan soft skill adalah kunci utama.
Seiring berkembangnya teknologi dan kompleksitas proyek digital, system analyst yang terus belajar dan beradaptasi akan menjadi aset paling berharga dalam transformasi digital organisasi manapun.
Executive Class – Modern Information System Analysis & Design
-
29
days
-
17
hours
-
50
minutes
-
47
seconds