Bertahan di Era Digital: Digital Leadership

Bertahan di Era Digital: Digital Leadership

Dalam artikel yang ditulis beberapa hari yang lalu, kita telah membahas tentang apa yang menyebabkan terjadinya transformasi digital (digital transformation) yang bisa juga disebut sebagai revolusi industri 4.0. Dalam artikel tersebut juga disebutkan bagaimana digital skill mutlak dibutuhkan bagi setiap perangkat organisasi/perusahaan jika organisasi/perusahaan tersebut ingin bertahan hidup di era digital ini.

Kali ini kita akan membahas tentang digital leadership sebagai komponen digital skill terpenting sebagai penunjang transformasi digital. Kenapa digital leadership menjadi komponen terpenting? Jawabannya tentu saja karena setiap keputusan dalam sebuah organisasi/perusahaan datang dari pemimpinnya. Bagaimana organisasi/perusahaan mau melakukan transformasi digital jika pemimpinnya saja masih belum melek digital. Jika diibaratkan proses transformasi digital adalah sebuah proses memasak, digital leadership dapat diibaratkan sebagai kompornya.

Meskipun begitu, di era disrupsi digital ini konsep pemimpin sebagai seorang jenderal yang duduk di belakang meja tidak lagi relevan. Perusahaan pioner transformasi digital seperti Google dan Lyft justru mencari pemimpin yang bisa dan mau turun tangan langsung, saling melengkapi dan berfungsi sebagai sebuah tim. Selain kemampuan untuk memimpin sebuah tim, para pemimpin ini dituntut untuk bisa membangun tim dari awal, menjadi perantara antar anggota tim, serta menuntun tim untuk memiliki budaya inovatif, mau belajar, dan terus melakukan peningkatan secara terus menerus. Memang terdengar agak klise dan hampir sama dengan pemimpin ideal di era sebelum transformasi digital terjadi tapi kita akan tahu apa saja perbedaannya di dalam artikel ini.

Pemimpin Digital Adalah Pemimpin Yang Memiliki Latar Belakang  IT?

Walaupun para pemimpin perusahaan pioner transformasi digital seperti Mark Zuckerberg, Larry Page, dan Travis Kalanick memiliki latar belakang pendidikan di bidang teknologi informasi ataupun ilmu komputer tak sedikit pula dari para pioner transformasi digital yang sama sekali tidak memiliki latar belakang pendidikan TI ataupun komputer. Salah satu contohnya adalah Jeff Bezos yang memiliki latar belakang pendidikan di bidang bisnis.

Yang dimaksud dengan digital leader di sini bukanlah seseorang yang ahli dalam pemrograman komputer atau seorang engineer. Digital leader adalah seseorang yang mampu memanfaatkan teknologi informasi untuk mencapai tujuan suatu organisasi atau bisnis. Beberapa tahun yang lalu kita pernah mendengar nama posisi CIO (Chief Information Officer) yang selalu dipasrahi tanggung jawab segala sesuatu yang berhubungan dengan IT. CIO inilah merupakan satu-satunya digital leader saat sebelum transformasi digital terjadi walaupun saat itu CIO lebih sering berurusan dengan hal-hal teknis seperti server, desktop, dan kabel LAN. Bahkan tidak jarang para staff di perusahaan yang menyebut CIO sebagai “box and wire jockey” semacam DJ yang memainkan router dan kabel alih-alih turntable.

Di era transformasi digital ini semua pemimpin dan staff dituntut untuk memiliki kemampuan untuk menjadi seorang digital leader yang mana mereka memiliki satu goal yang sama yaitu membawa organisasi atau bisnis yang dia pimpin untuk melakukan transformasi digital yang tidak hanya merupakan peralihan teknologi saja tapi juga aspek lain seperti transformasi kognitif, perilaku, dan emosi. Untuk itu, digital leader harus bisa berpikir, mengambil tindakan, dan bereaksi secara berbeda

Cognitive
Transformation
(Berpikir secara berbeda)
Behavioral
Transformation
(Bertindak secara berbeda)
Emotional
Transformation
(Bereaksi secara berbeda)
Membuat konsep tentang segala kemungkinan di dunia digital Beradaptasi dengan penguasa dan orang yang berpengaruh yang silih berganti Bertoleransi terhadap lingkungan yang penuh resiko dan ketidakjelasan
Menemukan cara untuk menangani kompleksnya pemikiran yang semakin meningkat Berkolaborasi dengan tim yang berbeda dengan latar belakang yang berbeda pula Tenang dan siap dalam menghadapi perubahan yang selalu terjadi
Mengambil keputusan secara cepat walaupun jika kita tidak mempunyai informasi Memberikan banyak energi untuk sebuah keberhasilan (coba – gagal – coba lagi) Memiliki kepercayaan diri untuk memimpin dan mendorong adanya perubahan

Pemimpin Saja Atau Pemimpin Digital?

Sampai di sini, kita telah banyak membahas tentang apa itu pemimpin digital. Dari pembahasan tersebut mungkin banyak yang bertanya “Loh, itu kan memang kriteria ideal pemimpin pada umumnya? Kenapa harus disebut sebagai pemimpin digital?”

Yang membedakan sebutan antara pemimpin biasa dan pemimpin digital selain masalah visi tentang teknologi adalah ‘aturan main’ dari kepemimpinan itu sendiri. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam tabel di bawah ini.

‘Just’ Leader Digital Leader
Pemimpin dipilih dan diidentifikasi berdasarkan pengalaman, senioritas, dan performa kerja. Pemimpin dipilih dan diidentifikasi berdasarkan agility, kreativitas, dan kemampuan untuk menjembatani beberapa tim yang ada dalam organisasi.
Pemimpin harus memulai dari bawah dan perlahan-lahan menuju ke atas seperti menaiki tangga. Bisa menjadi pemimpin sejak dini dan mengembangkan jiwa kepemimpinan mereka sambil jalan.
Pemimpin diharapkan tahu apa yang akan dia lakukan dan membawa penilaian serta pengalamannya dalam menghadapi tantangan bisnis. Pemimpin diharapkan berinovasi, kolaborasi, dan menggunakan metode ‘client teams’, crowdsourcing, ataupun hackathon untuk menemukan solusi yang benar-benar baru.
Pemimpin dinilai dan dibentuk dari perilaku dan gaya kepemimpinan. Pemimpin dinilai dan dibentuk oleh pola pikir, dan kemampuan dalam memecahkan masalah.
Pemimpin memimpin organisasi dan fungsi. Pemimpin memimpin sebuah tim, proyek, dan hubungan antar tim


Kesimpulan yang dapat diambil dari perbedaan antara pemimpin biasa dan pemimpin digital adalah pemimpin digital merupakan pemimpin di masa depan yang diharapkan membawa keberhasilan bagi organisasinya di era yang dipenuhi ambiguitas.

Jika Anda tertarik dengan digital leadership Anda dapat mengambil kelas pelatihan digital leadership . Selain digital leadership Anda dapat mempelajari kemampuan-kemampuan yang dibutuhkan untuk menjadi seorang digital leader

Prinsip Dasar Bagaimana Kabel Fiber Optic Bekerja

Prinsip Dasar Bagaimana Kabel Fiber Optic Bekerja

Pernahkah kita bertanya-tanya bagaimana manusia bisa berkomunikasi dan mengirimkan data ke penerima yang jaraknya bisa mencapai ribuan kilometer secara langsung? Tentu kita membayangkan bagaimana suara kita diubah menjadi gelombang elektromagnetik dan dihantarkan oleh muatan listrik melalui konduktor. Ok, mungkin bahasa kalian tidak serumit bahasa penulis yang kebingungan menerjemahkan bahasa visual ke bahasa verbal.

Telekomunikasi yang diawali oleh ditemukannya mesin telegraf hampir 200 tahun yang lalu tentunya sudah jauh berkembang bila dibandingkan saat ini. Kita tidak akan membahas bagaimana evolusi teknologi telekomunikasi dari awal hingga akhir tapi membahas peralihan teknologi dari coaxial cable ke fiber optics. Jika kita telah berlangganan internet rumahan dari  ISP (Internet Service Provider) plat merah sejak dari dulu pasti kita merasakan perbedaan kecepatan bandwidth. Hal ini disebabkan karena teknologi kabel yang digunakan beralih dari tembaga ke fiber optics.

Tidak hanya jenis bahan kabelnya saja yang berbeda tapi juga prinsip kerja juga berbeda antara kabel tembaga dan fiber optics. Setelah ini kita akan kembali mengulang pelajaran fisika saat di bangku sekolah dulu untuk membahas perbedaan prinsip kerja antara fiber optics dan kambel tembaga.

 

Prinsip Kerja Sinyal Melalui Kabel

Pada awal penggunaannya, internet sebenarnya menumpang teknologi telepon sebagai media untuk koneksinya. Data sebenarnya merupakan sinyal digital yang terdiri 0 atau 1, ada atau tak ada arus. Sinyal digital ini mirip dengan sinyal mesin telegraf yang menggunakan sandi morse. Bedanya kode morse yang dipakai mesin telegraf hanya menerjemahkan sinyal 1 (ada arus listrik) yang agak lama dan sinyal 1 yang agak pendek serta mengabaikan sinyal 0 (tidak ada arus listrik). Sementara itu, telepon merupakan alat yang dapat mengubah gelombang suara (longitudinal) menjadi gelombang elektromagnetik (transversal). Nah, gelombang elektromagnetik ini kemudian diboncengi muatan listrik sehingga dapat dihantarkan melalui konduktor dalam hal ini kabel tembaga.

Kita dapat mengirimkan data melalui koneksi telepon dengan mengubah sinyal digital menjadi sinyal analog. Proses ini dilakukan oleh alat yang disebut modem (modulator/demodulator). Bilangan biner 1 diubah menjadi tone tertentu seperti nada saat kita menekan tombol pada telepon.  Bagi yang pernah merasakan era internet dial-up tentu tahu suara apa yang akan kita dengar jika kita mengangkat telepon saat internet sedang digunakan. Lalu pada perkembangannya kita tetap dapat menggunakan telepon dan internet secara bersamaan karena frekuensi sinyalnya sudah dipisah.

Walau secara teori elektron dapat memiliki kecepatan yang hampir menyamai kecepatan cahaya, jika melewati medium seperti tembaga kekuatan gelombang elektromagnetik sering menjadi lemah apalagi jika ada gangguan dari radiasi gelombang elektromagnetik yang lain. Maka dari itu, setiap jarak beberapa kilometer tergantung ukuran kabel. Proses inilah yang membuat bandwidth kabel tembaga terbatas dan relatif memiliki latency yang tinggi.

 

Proses Kerja Fiber Optic

Einstein mengeluarkan teori bahwa tidak ada partikel yang memiliki massa di semesta ini yang dapat melebihi kecepatan cahaya. Inilah yang menjadi landasan dibuatnya fiber optic: mengganti elektron dengan photon (partikel cahaya) sebagai alat untuk mengirimkan data. Alasannya, karena photon lebih cepat daripada elektron . Photon juga tidak terganggu dengan radiasi elektromagnetik di sekitar media penghantarnya.

Sistem kerjanya hampir mirip jika kita terdampar di pulau antah berantah lalu mengirimkan pesan S.O.S kepada kapal yang lewat dengan senter yang kita miliki. Cuma bedanya fiber optic menggunakan inti (core) serat gelas/plastik dan dibungkus dengan lapisan pemantul cahaya (cladding). Melalui serat inilah sinar laser lalu ditembakkan. Kita pasti mengira bahwa cahaya laser tersebut pasti memiliki kecepatan cahaya tapi kenyataanya kecepatan cahaya yang melewati kabel fiber optic lebih rendah karena mediumnya berupa zat padat.

 

Prinsip Dasar Bagaimana Kabel Fiber Optic Bekerja 1

Bagian-bagian penyusun kabel fiber optic

 

Meskipun begitu lebar bandwidth dan latency fiber optic memiliki nilai yang lebih tinggi bila dibandingkan kabel tembaga. Hal ini juga disebabkan karena sinar laser di dalam fiber optic dapat menempuh 80-100 Km tanpa menggunakan amplifier. Bandingkan dengan kabel tembaga yang membutuhkan amplifier setiap jarak 30-300 meter.

Kekurangan fiber optic adalah biaya yang harus dikeluarkan untuk infrastrukturnya. Kabel fiber optic juga memiliki sudut terbatas untuk dapat dibelokkan. Itulah mengapa untuk di dalam ruangan kabel ethernet Cat 5e lebih relevan untuk digunakan. Fiber optic akan relevan untuk digunakan sebagai infrastruktur LAN jika ruangan tersebut memiliki radiasi elektromagnetik yang tinggi seperti di pembangkit listrik.

 

*****

 

Itulah tadi prinsip dasar kerja kabel fiber optic yang sekarang ini menjadi tulang punggung infrastruktur koneksi internet yang digunakan oleh manusia. Jika profesi Anda menuntut untuk lebih mendalami pengetahuan tentang fiber optic secara menyeluruh, Anda dapat mengikuti pelatihan Fiber Optic For Beginner di Inixindo Jogja (silabus dapat dilihat di sini).

App Development Dengan Menggunakan Docker

App Development Dengan Menggunakan Docker

App Development Dengan Menggunakan Docker

Container merupakan sebuah unit software yang telah distandarisasi, sedangkan Docker merupakan sebuah layanan pengelolaan container. Prinsip dari Docker adalah “develop, ship and run anywhere.” Ide dari docker adalah supaya developer dapat dengan mudah membangun aplikasi, meletakkan di dalam container, dan men-deploy-nya dimanapun.

Peluncuran docker di tahun 2013 menyebabkan revolusi dalam bidang pengembangan aplikasi – dengan membentuk demokratisasi software container, Docker membangun teknologi container Linux – yang portable, fleksibel, dan mudah untuk dikembangkan.

Pada Comday minggu ini, akan diperkenalkan apa itu container, komponen dari docker, dan bagaimana membangun website berbasis wordpress dengan menggunakan server apache dan mysql container image dengan mudah.Acara ini gratis dan terbuka bagi siapa saja yang berkecimpung atau tertarik dalam pengembangan aplikasi.

 

This form does not exist

Biaya

Free (tempat terbatas)

DATE AND TIME

Kamis, 13 Desember 2018
14.00 WIB – Selesai

LOCATION

Eduparx – Inixindo Jogja
Jalan Kenari No 69 Yogyakarta
View Maps

Bertahan di Era Digital: Transformasi Digital Sebagai Penyebab Kepunahan

Bertahan di Era Digital: Transformasi Digital Sebagai Penyebab Kepunahan

Istilah digital transformation yang sering digembar-gemborkan oleh pelaku bisnis terutama dari tech start up kekinian beberapa tahun belakangan ini. Sejumlah tech start up tersebut pun sering disebut sebagai agen perubahan. Tidak hanya pelaku bisnis atau organisasi saja yang merasakan perubahan ini, tetapi juga masyarakat awam sebagai pengguna layanan.

Jika diterjemahkan secara harfiah digital transformation artinya adalah perubahan ke arah digital. Tentu saja dari terjemahan alakadarnya ini hanya bisa memberikan sedikit penjelasan. Karena penerapan digital transformation akan tampak berbeda dalam setiap bisnis, agak susah menentukan definisi yang pasti dari digital transformation. Secara umum digital transformation dapat diartikan sebagai integrasi teknologi digital ke semua area bisnis yang menyebabkan perubahan yang fundamental bagaimana suatu bisnis beroperasi dan bagaimana bisnis tersebut memberikan sebuah nilai bagi pengguna produk, konsumen, atau pun publik. Selain itu, digital transformation merupakan sebuah perubahan kultural yang menuntut suatu organisasi (baik itu swasta maupun pemerintah) untuk keluar dari status quo, sering bereksperimen , serta terbiasa dengan kegagalan. Proses perubahan ini terkadang memaksa organisasi untuk menyingkat proses bisnis yang panjang menjadi singkat dan secepat mungkin.

Perubahan yang datang ini tentu saja tak bisa dihindari. Alasan mengapa banyak organisasi maupun bisnis yang seakan-akan latah untuk ikut dalam arus transformasi digital ini adalah karena mereka harus bertahan hidup. Lihat saja bagaimana toko-toko fisik mulai sepi pengunjung karena pengaruh e-commerce. Tak hanya toko-toko kecil saja, perusahaan yang sudah tumbuh besar saja merasa terancam oleh kehadiran start up baru yang berjiwa digital. Tengok saja beberapa tahun lalu perusahaan taksi nasional sempat ‘berseteru’ dengan  jasa transportasi daring online.

Apa yang mendorong transformasi digital?

Ada dua hal saling terkait yang menyebabkan transformasi digital. Pertama, kemunculan internet yang menjadi populer pada akhir era ‘90-an sampai awal 2000-an. Hadirnya teknologi ini menyebabkan arus informasi bertambah deras. Arus informasi ini memiliki efek candu bagi manusia dimana jika kita sudah terbiasa terpapar oleh informasi, kita merasa ingin menambah ‘dosis’ informasi yang kita terima atau minimal tidak ingin ‘dosis’ informasi yang biasa kita terima berkurang. Walaupun begitu, faktor ini hanya sebagai awalan saja. Masih ada masalah-masalah yang menghambat transformasi digital yaitu infrastruktur dan perangkat. Seperti yang kita tahu saat itu koneksi internet hanya mengandalkan kabel tembaga saja dan tidak setiap rumah memiliki koneksi tersebut. Bukan hanya itu saja, internet juga hanya bisa dinikmati melalui perangkat PC maupun Laptop dan percayalah laptop saat itu masih terlalu berat untuk bisa dikatakan sebagai perangkat portabel sehingga kita masih menolak untuk membiarkan internet merenggut seluruh waktu yang kita punya dalam sehari. Mata siapa yang tak lelah memandangi layar monitor yang kebanyakan masih berjenis CRT selama 8 jam atau bahkan lebih.

Kedua, kemajuan teknologi komunikasi selular yang berhasil membawa koneksi internet tersebut ke dalam genggaman kita. Teknologi ini juga didukung oleh kemajuan teknologi chipset yang membuat telepon genggam yang sekarang disebut smartphone memiliki kemampuan komputasi yang lebih tinggi dalam memproses data dan menjalankan program layaknya sebuah komputer. Smartphone inilah yang berfungsi menjadi gerbang masuknya teknologi ke kehidupan dan aktivitas kita sehari-hari, di manapun dan kapanpun. Celah ini kemudian dimanfaatkan sejumlah inovator dan mengembangkan bisnis baru yang mereka ciptakan dengan cara yang juga baru. Jika kita amati, hadirnya start up kebanyakan dipelopori oleh anak-anak muda. Seperti yang kita ketahui bahwa anak-anak muda ini adalah golongan early adopter di mana mereka sangat menerima perubahan (disrupsi) bila dibandingkan dengan golongan tua yang lebih konservatif.

Seleksi Alam Digital

Revolusi industri 4.0 begitulah para pakar dan pengamat ekonomi menjuluki fenomena transformasi digital. Setiap pergantian era pasti ada yang lahir dan ada yang mati tergantikan apalagi jika kita sudah membawa-bawa teknologi sebagai pemicunya yang perkembangannya semakin cepat. Sudah banyak contoh kasus brand atau bisnis yang kita anggap sudah mapan tiba-tiba mati karena tergerus arus transformasi digital ini. Lihat saja Blockbuster perusahaan rental video yang sempat sukses di Amerika Serikat akhirnya tutup karena hadirnya Netflix.

Kodak, perusahaan alat fotografi juga mengalami kebangkrutan pada tahun 2012. Sebenarnya Kodak sudah berusaha melakukan beberapa inovasi digital. Kodak membuat Ofoto, situs untuk berbagi foto pada tahun 2001 di mana pada saat itu Instagram bahkan belum terpikirkan oleh pendirinya. Kodak juga menginvestasikan jutaan dollar untuk dalam pengembangan teknologi fotografi yang memungkinkan ponsel dan perangkat lain dapat mengambil foto. Akan tetapi, hal itu menjadi sia-sia karena Kodak bersikeras untuk tidak memproduksi kamera digital. Kodak terlalu sibuk untuk memaksa orang-orang yang saat itu baru mengenal fotografi digital untuk mencetak foto mereka.

Adaptasi atau Mati

Sebenarnya masih banyak lagi beberapa bisnis yang menghilang yang tidak kita sadari secara langsung. Bisnis-bisnis tersebut enggan untuk beradaptasi dengan perubahan era karena sudah terlalu nyaman dengan kejayaan yang mereka capai di masa lalu. Selain terlalu nyaman, ada juga beberapa bisnis yang tidak tahu harus bagaimana menghadapi transformasi digital ini. Hanya terbengong-bengong melihat start up baru bermunculan dan merebut pelanggan mereka satu demi satu.

Ada beberapa bisnis yang sudah berhasil beradaptasi dan ada juga yang terus mencoba tapi masih gagal. Keberhasilan bisnis, organisasi, maupun perusahaan dalam bertransformasi tidaklah ditentukan dari satu orang saja. Transformasi digital memerlukan semua pihak dalam suatu organisasi untuk beradaptasi. Ada beberapa skill yang dapat membantu seseorang agar dapat beradaptasi di era digital seperti kemampuan untuk memanfaatkan teknologi dalam mempermudah dan mempercepat pekerjaannya. Kemampuan ini disebut digital skill. Mudah ditebak bukan?

Digital skill terdiri banyak bagian, beberapa di antaranya adalah:

  • Digital Leadership
  • Communication and Collaboration
  • Find & Use
  • Teach & Learn

(Nantikan artikel selanjutnya dari Inixindo Jogja yang akan membahas skill tersebut satu per satu)

 

Skill-skill di atas sudah cukup untuk membuat kita ‘membaur’ dengan iklim digital sehingga kita mampu untuk beradaptasi. Menguasai bahasa pemrograman mungkin juga bisa dikategorikan sebagai digital skill tapi masih belum menjadi syarat utama untuk bertahan di revolusi industri 4.0. Meskipun begitu, tidak ada yang mampu memprediksi apa yang akan terjadi setelah era digital yang kemungkinan akan dibanjiri oleh AI (Artificial Intelligence). Bisa jadi kemampuan membuat model machine learning merupakan syarat wajib menjadi karyawan di setiap perusahaan.

Kunjungi halaman Pelatihan Digital Leadership, jika Anda tertarik untuk menguasai skill tersebut

Event Recap : SPBE Sebagai Katalis Menuju Smart City

Event Recap : SPBE Sebagai Katalis Menuju Smart City

Event Recap : SPBE Sebagai Katalis Menuju Smart City

Pada hari Kamis tanggal 18 Oktober 2018 yang lalu Inixindo Jogja bekerjasama dengan Lintasarta mengadakan seminar dengan judul “SPBE Sebagai Katalis Menuju Smart City. Bertempat di Ballroom Sahid Jaya Hotel & Convention Yogyakarta, acara ini dihadiri oleh Dinas Komunikasi dan Informasi Kota/Kabupaten dari seluruh Indonesia. Acara yang didukung sepenuhnya oleh Kementerian Komunikasi & Informasi ini memberikan gambaran bagaimana hubungan antara SPBE dan smart city sehingga bisa menjadi suatu sinergi dalam perencanaan dan pengembangannya.

Beberapa pihak dari swasta dan pemerintahan yang memiliki kapasitas di bidang smart city dari segi sumber daya manusia, regulasi, dan infrastruktur menjadi pembicara di dalam seminar ini. Bapak Bambang Dwi Anggono sebagai Plt. Direktur Layanan Aplikasi Informatika Pemerintahan Kementerian Komunikasi dan Informatika yang direncanakan menjadi salah satu pembicara seminar walaupun berhalangan hadir tapi tetap mengisi acara melalui video chat Skype secara langsung dari Korea Selatan. Dalam kesempatan kali ini Bapak Bambang Dwi Anggono yang akrab dipanggil Pak Ibenk memberikan beberapa penjelasan terkait Perpres No. 95 Tahun 2018 tentang Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik. Penjelasan dari Pak Ibenk ini kemudian diteruskan oleh Kasubdit. Layanan Aplikasi Informatika Pemerintahan Daerah Dr. Hasyim Gautama dengan bahasan yang sama.

Acara kemudian dilanjutkan dengan menghadirkan Bapak Andi Yuniantoro, Direktur Inixindo Jogja sebagai pembicara dengan bahasan “Arsitektur Smart City.” Di segmen ini Pak Andi menyampaikan tentang kaitan antar elemen-elemen penunjang smart city seperti aplikasi, infrastruktur, kebijakan, lembaga dan sumber daya manusia. Elemen-elemen tadi disebutkan dalam Perpres No. 94 Tentang Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik di mana tidak hanya melibatkan Kemeterian Kominfo tapi juga badan dan kementerian yang lain. Setelah menyampaikan materi tersebut, acara kemudian dilanjutkan dengan diskusi panel. Banyak dari para peserta yang bertanya bahkan menyampaikan curahan hatinya mengenai kondisi di instansi tempat mereka bekerja.

Tidak hanya sampai di situ, Lintasarta pun turut menyampaikan dua materi yang disampaikan oleh dua pembicara yang kompeten di bidangnya masing-masing. Yang pertama adalah tentang infrastruktur smart city. Di sini peserta seminar langsung menunjukkan antusiasmenya dengan mengajukan banyak pertanyaan tentang hal teknis infrastruktur yang menyangkut implementasi smart city. Di sesi kedua, Lintasarta juga membahas tentang analisis media sosial yang dapat dimanfaatkan oleh melalui social media listening. Dengan teknik ini, perangkat pemerintahan dapat mendengarkan aspirasi rakyat serta pendapatnya dengan memilah antara sentimen negatif dan sentimen positif tentang suatu topik tertentu.

Acara ini diakhiri pada pukul 17.00 WIB. Beberapa peserta di acara ini mengikuti sertifikasi LSP Layanan Teknologi dan Informasi

Tentang Acara

“SPBE Sebagai Katalis Menuju Smart City” merupakan sebuah acara seminar dan diskusi tentang kaitan antara Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) dan konsep Smart City sebagai bentuk pendampingan kepada pemerintah daerah dalam perencanaan Smart City

Waktu Pelaksanaan Acara

18 Oktober 2018
08.00 – 17.00 WIB

Tempat Pelaksanaan Acara

Ballroom Sahid Jaya Hotel & Convention Yogyakarta
Jalan Babarsari, Sleman, DIY