Tata Kelola AI: Strategi Terintegrasi untuk Membangun Kepercayaan dan Ketahanan Digital

Tata Kelola AI: Strategi Terintegrasi untuk Membangun Kepercayaan dan Ketahanan Digital

Di era Artificial Intelliugence atau AI, tata kelola IT perlu berkembang untuk menjawab tantangan baru yang bersifat kompleks dan dinamis. Dilansir dari ISACA, integrasi framework tata kelola klasik seperti COBIT dengan prinsip-prinsip tata kelola AI modern menjadi landasan penting bagi organisasi dalam memastikan penerapan AI yang etis, transparan, dan berkelanjutan. Berdasarkan laporan Trustible dan Governance AI, model tiga lini pertahanan menjelaskan dengan jelas pembagian tanggung jawab antara unit pengembang, tim pengawasan, dan audit internal dalam mengelola risiko AI secara sistematis dan terukur.

Menurut laporan Deloitte, dewan direksi dan peran Chief AI Officer (CAIO) perlu terlibat aktif untuk menetapkan visi dan kebijakan AI yang selaras dengan strategi bisnis. Kebijakan etika, kepatuhan regulasi, dan manajemen data berkualitas tinggi menjadi fondasi kepercayaan, sedangkan penerapan AI untuk automasi pelaporan, analitik prediktif, dan monitoring real‑time memperkuat efektivitas tata kelola.

Kemudian, berdasarkan laporan dari ISACA, Nutanix, Alation, dan Centraleyes, peningkatan berkelanjutan melalui pelatihan staf, evaluasi vendor AI, serta adaptasi governance cloud dan GenAI memastikan organisasi tetap adaptif terhadap perubahan teknologi dan regulasi global.

Kerangka Kerja Tata Kelola AI Terintegrasi

Adaptasi Framework COBIT

Framework COBIT, yang selama ini menjadi tulang punggung tata kelola TI, kini diadaptasi untuk menyertakan pengelolaan siklus hidup AI dari perencanaan dan pengembangan hingga pemantauan kinerja dan risiko. Dengan menambahkan kontrol etika, bias testing, dan review algoritma, COBIT menjadi kerangka yang tangguh untuk memastikan AI dikelola sesuai standar enterprise governance.

Penerapan Platform AI Governance

Gartner menekankan pentingnya platform AI governance yang dapat mengotomasi aspek etika seperti fairness, explainability, dan compliance monitoring. Alat‑alat ini menyediakan dashboard real‑time untuk menilai risiko model, audit trail, dan mekanisme remediatif, sehingga organisasi dapat menerapkan prinsip “governance by design”.

Definisi dan Ruang Lingkup

Menurut Svetlana Sicular dari Gartner, AI governance adalah proses menetapkan kebijakan, hak pengambilan keputusan, dan akuntabilitas organisasi untuk penggunaan dan pengembangan AI secara etis dan transparan. Tanpa tata kelola yang jelas, organisasi berisiko mengalami bias model, pelanggaran privasi, dan kegagalan inisiatif AI.

Struktur Organisasi dan Peran

Model Tiga Lini Pertahanan untuk Tata Kelola AI

Menurut trustible, model tiga lini pertahanan memetakan kontrol dan tanggung jawab sebagai berikut:

  • Lini Pertama: Tim pengembang dan penerap AI yang menanamkan kontrol teknis dan kebijakan dasar.
  • Lini Kedua: Tim oversight atau Center of Excellence yang menetapkan pedoman, melakukan review risiko, dan eskalasi isu.
  • Lini Ketiga: Fungsi audit internal atau eksternal yang melakukan verifikasi independen atas kepatuhan dan efektivitas tata kelola AI.Keterlibatan Dewan dan CAIO

Deloitte melaporkan bahwa 72% dewan memiliki komite khusus untuk oversight risiko, termasuk AI, dan lebih dari 80% organisasi menempatkan ahli risiko untuk memantau inisiatif AI. Kehadiran Chief AI Officer (CAIO) membantu memusatkan akuntabilitas tata kelola AI, mulai dari penyusunan kebijakan hingga koordinasi implementasi.

Kebijakan, Standar, dan Proses

Kebijakan Etika dan Kepatuhan

Berdasarkan Artificial Intelligence Governance Brief yang diterbitkan ISACA, organisasi perlu mengembangkan kebijakan AI yang transparan untuk mengelola bias, keadilan, dan tanggung jawab sosial, serta memastikan kepatuhan terhadap regulasi seperti EU AI Act dan GDPR.

Pengelolaan Data

Data governance di era AI menuntut standar kualitas, transparansi, dan label data yang konsisten agar model AI dapat diandalkan. Framework AI TRiSM dari Gartner menekankan integrasi data governance sebagai tulang punggung tata kelola AI.

Manajemen Risiko dan Keamanan

Manajemen risiko harus mencakup penilaian insiden AI secara berkala, bias testing, dan mekanisme respon insiden terstruktur. Deloitte menekankan kombinasi kontrol tradisional dengan differential controls seperti ethics review dan bias testing untuk tata kelola AI yang aman.

Pemanfaatan AI untuk Memperkuat Tata Kelola

Automasi Pelaporan dan Audit

Menurut Deloitte, platform AI dapat otomatis menghasilkan laporan kepatuhan dan audit trail dari berbagai sumber data, mempercepat siklus audit dan meningkatkan akurasi.

Analitik Prediktif dan Monitoring Real‑Time

Menurut Gartner, dengan analitik prediktif, organisasi dapat memantau kinerja model, mendeteksi anomali, dan memprediksi potensi risiko sebelum terjadi insiden, mengubah tata kelola dari reaktif menjadi proaktif.

Integrasi Cloud dan Generative AI

Adaptasi Tata Kelola Cloud

Tata kelola cloud perlu diperluas mencakup beban kerja AI, kontrol akses dinamis, dan enkripsi end‑to‑end. Nutanix menekankan pentingnya alignment strategi AI‑cloud agar inisiatif terintegrasi dengan tujuan organisasi.

Data Sovereignty dan Cloud Regional

Menurut Alation, tren sovereign cloud mendukung kepatuhan terhadap regulasi lokal dengan menjaga data di dalam yurisdiksi, sambil tetap memanfaatkan kemampuan AI global.

Framework GenAI

Generative AI governance memerlukan kebijakan khusus untuk manajemen prompt, monitoring output, dan pencegahan misuse. Centraleyes menekankan standar dan kontrol yang dirancang untuk memastikan penggunaan GenAI yang etis dan terkontrol.

Dengan menggabungkan framework tata kelola tradisional dan AI governance modern, memetakan peran melalui model tiga lini pertahanan, serta memanfaatkan AI untuk memperkuat proses governance, organisasi dapat membangun ekosistem TI yang responsif dan tahan banting di era AI. Peningkatan kemampuan staf, evaluasi vendor berkelanjutan, dan adaptasi governance cloud serta GenAI memastikan kesiapan menghadapi perubahan regulasi dan teknologi yang terus berkembang.

Next Upcoming Event

Executive Class – IT Governance with COBIT 2019 + AI Strategies and Policies

20 May 2025
- 5 Stars Hotel
  • 17

    days

  • 19

    hours

  • 44

    minutes

  • 38

    seconds

5 Platform AI Terbaik untuk Meningkatkan Efisiensi Bisnis

5 Platform AI Terbaik untuk Meningkatkan Efisiensi Bisnis

Di tahun 2025, adopsi Artificial Intelligence (AI) bukan lagi sekadar pilihan, melainkan kebutuhan strategis bagi bisnis yang ingin tetap kompetitif. Menurut laporan National University, 77% perusahaan global telah menggunakan atau sedang mengeksplorasi penggunaan AI dalam operasional mereka, dengan AI diproyeksikan menyumbang $15,7 triliun terhadap ekonomi global pada 2030. Selain itu, 63% organisasi secara aktif berencana mengadopsi AI dalam tiga tahun ke depan, menjadikan teknologi ini sebagai prioritas utama.

AI telah terbukti mampu mengotomatisasi tugas-tugas rutin, meningkatkan pengambilan keputusan berbasis data, dan mempersonalisasi pengalaman pelanggan. Berikut adalah lima platform AI terkemuka yang dapat membantu bisnis Anda meningkatkan efisiensi operasional dan daya saing.

Ilustrasi GPT-5

1. ChatGPT-5: Otomatisasi Layanan Pelanggan 24/7

OpenAI ChatGPT-5 menjadi solusi utama untuk layanan pelanggan berbasis AI. Dengan kemampuan memahami pertanyaan kompleks dan memberikan respons layaknya manusia, ChatGPT-5 membantu bisnis memberikan layanan 24 jam tanpa jeda. Menurut laporan Statista, 80% bisnis yang menggunakan chatbot AI melaporkan peningkatan kepuasan pelanggan. ChatGPT-5 juga mampu mengurangi beban kerja tim support, sehingga mereka bisa fokus pada kasus yang lebih kompleks.ChatGPT-5 kini digunakan oleh ribuan perusahaan global untuk customer support, HR, hingga penulisan konten otomatis. Selain itu, menurut penelitian, AI chatbot mampu memangkas waktu respons hingga 60% dan menurunkan biaya operasional layanan pelanggan secara signifikan.

UIPath

2. UiPath: Otomatisasi Proses Bisnis (RPA) yang Efisien

UiPath adalah platform Robotic Process Automation (RPA) yang mengotomatisasi tugas-tugas berulang seperti entri data, pemrosesan invoice, dan pembuatan laporan. Gartner melaporkan bahwa organisasi yang mengadopsi RPA seperti UiPath mengalami penurunan biaya operasional hingga 30%. UiPath juga mendukung integrasi dengan sistem bisnis lain, sehingga proses bisnis berjalan lebih cepat dan minim kesalahan. Setidaknya UiPath telah digunakan di lebih dari 10.000 perusahaan di seluruh dunia. RPA membantu mempercepat proses bisnis hingga 5x lipat dibandingkan manual.

Tableau

3. Tableau: Analitik Data Berbasis AI untuk Keputusan Lebih Cepat

Tableau kini dilengkapi fitur AI-powered analytics yang membantu bisnis menganalisis data secara real-time dan menghasilkan insight yang actionable. Menurut McKinsey, perusahaan yang menggunakan analitik canggih seperti Tableau mengalami peningkatan kecepatan dan akurasi pengambilan keputusan hingga 23%. Visualisasi data yang interaktif memudahkan semua level manajemen memahami tren dan peluang bisnis. Tableau memiliki basis pengguna yang cukup besar digunakan oleh lebih dari 100.000 organisasi di seluruh dunia.

Dataiku

4. Dataiku: Kolaborasi Data Science Tanpa Batas

Dataiku adalah platform end-to-end untuk manajemen data, analitik, dan machine learning. Dengan fitur no-code dan code-based, Dataiku memudahkan kolaborasi antara tim teknis dan non-teknis. Platform ini mendukung otomatisasi data preparation, visualisasi, hingga deployment model AI secara cepat dan aman. Selain itu, Dataiku juga menawarkan AutoML yang mempercepat pengembangan model prediktif.
Platform ini juga mendukung integrasi dengan cloud besar seperti AWS, Google Cloud, dan Azure, serta real-time analytics untuk pengambilan keputusan instan.

Microsoft Azure

5. Microsoft Azure AI: Integrasi AI Skala Enterprise

Microsoft Azure AI menyediakan ekosistem AI yang luas, mulai dari Copilot, cognitive services, hingga integrasi dengan model OpenAI. Azure AI banyak diadopsi perusahaan besar untuk otomatisasi, keamanan data, dan produktivitas skala besar. Menurut IDC, dua pertiga investasi AI di 2025 difokuskan untuk mengintegrasikan AI ke proses inti bisnis, dan Azure menjadi salah satu platform pilihan utama. Azure AI mendukung otomatisasi proses bisnis, analitik prediktif, dan integrasi dengan Office 365 serta Dynamics. Platform ini juga menawarkan solusi AI siap pakai yang dapat diimplementasikan tanpa perlu membangun model dari nol.

Investasi global di bidang AI diproyeksikan mencapai $337 miliar pada 2025 dan akan terus meningkat. Lima platform di atas menjadi pilihan utama perusahaan untuk meningkatkan efisiensi, menurunkan biaya, dan mempercepat pertumbuhan bisnis. Dengan adopsi AI yang tepat, bisnis dapat mengotomatisasi proses, mempercepat pengambilan keputusan, dan memberikan layanan pelanggan yang lebih baik, sekaligus menjaga daya saing di era digital.

Next Upcoming Event

Executive Class – IT Governance with COBIT 2019 + AI Strategies and Policies

20 May 2025
- 5 Stars Hotel
  • 17

    days

  • 19

    hours

  • 44

    minutes

  • 38

    seconds

5 Sektor Industri yang Perlu Implementasikan COBIT 2019

5 Sektor Industri yang Perlu Implementasikan COBIT 2019

COBIT 2019 dikembangkan oleh ISACA sebagai kerangka kerja tata kelola dan manajemen TI yang komprehensif. Tujuannya adalah membantu organisasi menyeimbangkan antara realisasi manfaat, optimasi risiko, dan pemanfaatan sumber daya TI secara efisien dan berkelanjutan. Kerangka ini memfasilitasi penerapan prinsip-prinsip good governance yang selaras dengan kebutuhan bisnis modern yang dinamis.

Keunggulan COBIT 2019 terletak pada fleksibilitas dan modularitasnya, yang memungkinkan organisasi dari berbagai skala dan sektor untuk menyesuaikannya sesuai kebutuhan masing-masing. Misalnya dalam sektor keuangan atau kesehatan, COBIT 2019 memungkinkan penerapan kontrol, pengukuran kinerja, dan pengelolaan risiko TI yang terstruktur. Tak heran, banyak industri kini mulai mengimplementasikannya untuk mendukung transformasi digital secara terarah dan berkelanjutan.

Layanan Keuangan

Lembaga keuangan termasuk bank, asuransi, dan fintech menghadapi tuntutan regulasi yang tinggi, risiko keuangan yang kompleks, serta ekspektasi pelanggan terhadap layanan digital yang cepat dan aman. Untuk menjawab tantangan ini, banyak organisasi menerapkan COBIT 2019 guna memperkuat kontrol internal, memastikan kepatuhan terhadap regulasi seperti Basel III atau GDPR, serta meningkatkan transparansi proses TI yang krusial bagi stabilitas operasional.

Hal ini diperkuat oleh studi kasus ISACA di Georgia yang menunjukkan bagaimana COBIT 2019 membantu lembaga keuangan dalam meningkatkan governance maturity dan efisiensi pengelolaan risiko teknologi. Selain itu, kerangka ini juga mendukung pengelolaan data nasabah dan aset digital dengan standar keamanan tinggi.

Pemerintahan

Instansi pemerintah dan BUMN membutuhkan tata kelola TI yang ketat untuk menjaga akuntabilitas publik, transparansi kebijakan, serta perlindungan data masyarakat. COBIT 2019 memberikan kerangka kerja yang membantu lembaga-lembaga ini dalam menyusun strategi TI yang selaras dengan misi pelayanan publik, serta mengukur efektivitas implementasi teknologi digital.

Dalam studi EasyChair, COBIT 2019 terbukti meningkatkan kematangan proses di institusi pemerintah, menurunkan risiko kebocoran data, dan memperbaiki kualitas layanan publik berbasis elektronik. Dengan adopsi kerangka ini, pemerintah dapat lebih konsisten dalam mengukur dan mengevaluasi penggunaan TI dalam berbagai sektor, termasuk pendidikan, kesehatan, dan administrasi kependudukan.

Kesehatan

Di sektor kesehatan—termasuk rumah sakit, klinik, laboratorium, dan e‑health—penggunaan teknologi informasi harus mematuhi berbagai standar keamanan dan etika, serta mampu menangani data pasien yang sangat sensitif. COBIT 2019 hadir sebagai solusi untuk menyelaraskan pengelolaan TI dengan standar global seperti ISO 27001, HIPAA, dan regulasi lokal lainnya.

Menurut ISACA, kerangka ini mendorong transformasi digital di bidang kesehatan secara terkontrol dan terukur. Sementara penelitian di ResearchGate menunjukkan bagaimana COBIT membantu manajemen inovasi TI di sektor kesehatan Arab Saudi. Selain meningkatkan efisiensi operasional, penerapan COBIT juga memperkuat keamanan informasi klinis dan integrasi sistem layanan pasien.


Telekomunikasi

Perusahaan telekomunikasi menghadapi kompleksitas infrastruktur jaringan, kebutuhan skalabilitas tinggi, dan tekanan untuk terus berinovasi dalam menghadirkan layanan digital. Di tengah pertumbuhan trafik data yang pesat dan transformasi menuju teknologi 5G, perusahaan di sektor ini membutuhkan kerangka tata kelola TI yang dapat memastikan efisiensi, keamanan, dan kelangsungan layanan.

Dalam studi kasus oleh ResearchGate, COBIT 2019 membantu merancang tata kelola TI yang selaras dengan strategi bisnis dan mampu menjawab kebutuhan operasional yang dinamis. COBIT juga berperan penting dalam manajemen proyek teknologi, integrasi sistem, serta pengukuran kinerja layanan pelanggan.

Manufaktur

Industri manufaktur menghadapi tekanan untuk meningkatkan efisiensi produksi, mengadopsi otomasi, dan memanfaatkan teknologi Industry 4.0 secara optimal. Dalam konteks ini, tata kelola TI yang baik menjadi kunci untuk menjamin bahwa sistem informasi mendukung lini produksi dan pengambilan keputusan bisnis secara real-time.

COBIT 2019 digunakan untuk menilai kematangan proses TI, menyelaraskan implementasi sistem ERP dan SCM dengan strategi bisnis, serta mengelola risiko yang berkaitan dengan rantai pasok dan proses produksi. Jurnal ISI memaparkan bagaimana sektor manufaktur karton berhasil meningkatkan efektivitas pengembangan modul ERP dengan panduan COBIT 2019. Dengan kerangka ini, perusahaan manufaktur dapat mengukur dan mengelola nilai bisnis dari investasi TI, serta meningkatkan daya saing secara keseluruhan.

Kelima sektor di atas memiliki karakteristik, kebutuhan, dan tantangan TI yang unik. Namun demikian, semuanya memerlukan kerangka tata kelola yang komprehensif, fleksibel, dan dapat disesuaikan dengan perkembangan teknologi serta strategi organisasi. COBIT 2019 hadir sebagai solusi strategis yang menawarkan peta jalan yang jelas untuk menyelaraskan TI dengan tujuan bisnis, meningkatkan kontrol dan akuntabilitas, serta mengelola risiko TI secara proaktif.

Dengan penerapan COBIT 2019, organisasi tidak hanya mampu meningkatkan kinerja TI, tetapi juga memperkuat pondasi tata kelola yang mendukung keberlanjutan dan inovasi jangka panjang di era digital.

Next Upcoming Event

Executive Class – IT Governance with COBIT 2019 + AI Strategies and Policies

20 May 2025
- 5 Stars Hotel
  • 17

    days

  • 19

    hours

  • 44

    minutes

  • 38

    seconds

Prediksi Bill Gates: AI Akan Gantikan Manusia dalam 10 Tahun, Apa Artinya untuk Kita?

Prediksi Bill Gates: AI Akan Gantikan Manusia dalam 10 Tahun, Apa Artinya untuk Kita?

Bill Gates, sosok legendaris di balik Microsoft, baru-baru ini mengeluarkan pernyataan yang mengguncang: dalam 10 tahun ke depan, kecerdasan buatan (AI) akan begitu canggih sehingga manusia mungkin tidak lagi dibutuhkan untuk banyak pekerjaan. Prediksi ini bukan cuma bikin kita takjub, tapi juga mengundang pertanyaan besar: apa yang akan terjadi dengan dunia kerja, pendidikan, dan kehidupan kita sehari-hari? Mari kita bahas lebih dalam apa yang Gates maksud, peluang yang dibawanya, serta tantangan yang harus kita hadapi.

AI: “Kecerdasan Gratis” untuk Semua

Dalam wawancaranya di The Tonight Show bersama Jimmy Fallon, Gates menjelaskan visi optimisnya tentang AI. Ia membayangkan masa depan di mana AI bisa memberikan layanan seperti dokter atau guru dengan biaya sangat murah, bahkan gratis. Bayangkan: Anda tidak perlu antre di klinik untuk mendapatkan diagnosis, atau membayar mahal untuk les privat. AI bisa menganalisis gejala penyakit Anda atau membuat rencana belajar yang disesuaikan dengan kebutuhan Anda—semua dalam hitungan detik.

Gates juga berbincang dengan profesor Harvard, Arthur Brooks, dan menyebut AI sebagai “kecerdasan gratis” yang bisa diakses semua orang. Contohnya? AI bisa membantu dokter mendiagnosis penyakit langka atau menjadi tutor yang sabar untuk anak-anak di daerah terpencil. “Ini luar biasa, tapi juga agak menakutkan karena cepat banget,” ujar Gates. Dan memang, perkembangan AI saat ini jauh melampaui bayangan kita beberapa tahun lalu.

Ancaman Nyata: Pekerjaan Hilang?

Tapi, di balik potensi luar biasa ini, ada bayang-bayang kekhawatiran. Menurut laporan dari McKinsey Global Institute, AI bisa menggantikan hingga 30% pekerjaan di seluruh dunia pada tahun 2030. Pekerjaan di sektor manufaktur, ritel, dan layanan pelanggan jadi yang paling rentan. Mustafa Suleyman, kepala AI di Microsoft, bahkan menyebut AI bukan sekadar alat bantu, tapi “pengganti tenaga kerja” dalam bukunya The Coming Wave.

Gates sendiri tetap optimis. Ia yakin AI tidak akan sepenuhnya menghapus peran manusia. “Pasti ada pekerjaan yang tetap butuh manusia, kayak atlet,” candanya ke Fallon. Tapi, data dari World Economic Forum menunjukkan gambaran yang lebih kompleks: hingga 2025, AI diprediksi akan menghapus 85 juta pekerjaan, tapi juga menciptakan 97 juta pekerjaan baru, terutama di bidang teknologi. Jadi, meski ada ancaman, ada juga harapan—asal kita siap beradaptasi.

Peluang Emas di Tengah Perubahan

Gates tidak cuma bicara soal masa depan, tapi juga memberi saran praktis. Di blognya pada 2023, ia menceritakan bagaimana ia menantang OpenAI untuk membuat AI yang bisa lulus ujian Biologi AP—dan mereka menyelesaikannya dalam hitungan bulan! “Ini kemajuan terbesar sejak komputer punya layar grafis,” katanya. Ia juga bilang ke CNBC bahwa kalau ia jadi pengusaha muda sekarang, ia akan fokus membangun bisnis berbasis AI. “Ini kesempatan besar buat kalian,” pesannya ke generasi muda.

Fakta menarik: pada 2024, dunia menggelontorkan dana sebesar 120 miliar dolar untuk mengembangkan AI, terutama di Amerika dan China, menurut Statista. Ini menunjukkan betapa seriusnya dunia menyambut era AI—dan betapa besar peluang yang bisa kita rebut.

Tantangan yang Tidak Bisa Diabaikan

Namun, tidak semuanya cerah. Gates mengakui ada risiko besar, seperti penyebaran berita bohong dan deepfake yang semakin sulit dibedakan dari kenyataan. Bayangkan kalau AI bisa membuat video palsu yang meyakinkan atau menyebarkan informasi salah dengan kecepatan kilat—dampaknya bisa chaos. Belum lagi soal etika: kalau AI bisa melakukan segalanya, apa yang tersisa untuk manusia?

Apa yang Bisa Kita Lakukan?

Prediksi Gates ini bukan cuma ramalan, tapi juga panggilan untuk bertindak. Berikut beberapa langkah yang bisa kita ambil:

  • Belajar tentang AI: Pahami dasar-dasar AI dan bagaimana ia bisa digunakan di bidang Anda.
  • Kembangkan Keterampilan Baru: Fokus pada keterampilan yang sulit digantikan AI, seperti kreativitas, empati, atau kemampuan berpikir kritis.
  • Manfaatkan AI: Gunakan AI sebagai alat untuk meningkatkan produktivitas, bukan sebagai ancaman.

Masa Depan di Tangan Kita

Bill Gates melihat AI sebagai revolusi besar yang akan mengubah dunia mungkin lebih cepat dari yang kita kira. Ia membawa harapan sekaligus tantangan: akses ke layanan cerdas yang murah, tapi juga risiko kehilangan pekerjaan dan penyalahgunaan teknologi. Yang jelas, masa depan ini tidak akan datang begitu saja ia tergantung pada bagaimana kita menyikapinya hari ini. Jadi, apa rencana Anda untuk menyambut era AI? Yuk, mulai dari sekarang!

Next Upcoming Event

Executive Class – IT Governance with COBIT 2019 + AI Strategies and Policies

20 May 2025
- 5 Stars Hotel
  • 17

    days

  • 19

    hours

  • 44

    minutes

  • 38

    seconds

6 Prinsip Tata Kelola Data dalam COBIT 2019 untuk Optimalisasi Bisnis

6 Prinsip Tata Kelola Data dalam COBIT 2019 untuk Optimalisasi Bisnis

Tata kelola data (data governance) adalah aspek penting dalam pengelolaan teknologi informasi (TI) di sebuah organisasi. Dengan tata kelola data yang baik, perusahaan dapat memastikan bahwa data yang mereka miliki dikelola secara efektif, aman, dan selaras dengan tujuan bisnis. Salah satu kerangka kerja yang banyak digunakan untuk tata kelola TI, termasuk tata kelola data, adalah COBIT 2019.

COBIT 2019 merupakan framework yang dikembangkan oleh ISACA, sebuah organisasi internasional yang berfokus pada tata kelola, risiko, dan keamanan TI, untuk membantu organisasi dalam mengelola dan mengarahkan teknologi informasi secara optimal. Dalam konteks tata kelola data, COBIT 2019 menawarkan enam prinsip utama yang harus diterapkan agar data dapat memberikan nilai maksimal bagi organisasi.

1. Memenuhi Kebutuhan Pemangku Kepentingan (Meeting Stakeholder Needs)

Tata kelola data harus memastikan bahwa semua kebutuhan pemangku kepentingan, baik internal maupun eksternal, dapat terpenuhi. Pemangku kepentingan eksternal seperti pelanggan, regulator, dan mitra bisnis juga bergantung pada data yang dikelola dengan baik. Misalnya, regulator memerlukan data yang akurat dan transparan untuk memastikan kepatuhan terhadap regulasi, sementara mitra bisnis mengandalkan data yang aman dan terpercaya untuk kerja sama yang efektif. Hal ini mencakup keseimbangan antara manfaat, risiko, dan sumber daya yang tersedia, sehingga penggunaan data dapat memberikan nilai optimal bagi organisasi.

2. Mencakup Seluruh Perusahaan secara Menyeluruh (Covering the Enterprise End-to-End)

Tata kelola data tidak hanya menjadi tanggung jawab tim TI, tetapi juga harus mencakup seluruh bagian organisasi yang menggunakan data. Dengan pendekatan menyeluruh ini, semua unit bisnis dapat memastikan bahwa data digunakan dengan cara yang efisien dan selaras dengan tujuan strategis perusahaan. Misalnya, tim pemasaran dapat memanfaatkan data pelanggan untuk meningkatkan strategi kampanye, sementara tim keuangan menggunakan data keuangan untuk analisis tren bisnis dan pengambilan keputusan investasi yang lebih akurat.

3. Menerapkan Kerangka Kerja Terpadu (Applying a Single Integrated Framework)

Dengan menggunakan kerangka kerja terpadu, organisasi dapat mengintegrasikan berbagai standar dan praktik terbaik dalam tata kelola data. Hal ini memungkinkan pengelolaan data yang lebih konsisten dan efektif di seluruh bagian perusahaan.

4. Pendekatan Holistik (Enabling a Holistic Approach)

Tata kelola data harus mempertimbangkan berbagai elemen yang saling berkaitan, seperti proses bisnis, struktur organisasi, kebijakan, budaya perusahaan, dan infrastruktur TI. Pendekatan holistik ini membantu memastikan bahwa semua aspek yang berhubungan dengan data dapat berfungsi secara harmonis.

5. Memisahkan Tata Kelola dari Manajemen (Separating Governance from Management)

Penting untuk membedakan antara tata kelola (governance) dan manajemen. Tata kelola berkaitan dengan penetapan arah, pemantauan, dan evaluasi strategi data, sedangkan manajemen lebih fokus pada pelaksanaan operasional harian. Pemisahan yang jelas ini membantu dalam meningkatkan efektivitas pengelolaan data.

6. Bersifat Dinamis (Being Dynamic)

Tata kelola data harus bersifat fleksibel dan dapat beradaptasi dengan perubahan lingkungan bisnis serta perkembangan teknologi. Misalnya, munculnya regulasi baru seperti GDPR atau Undang-Undang Perlindungan Data dapat mengharuskan perusahaan untuk menyesuaikan kebijakan tata kelola data mereka. Selain itu, tren bisnis seperti transformasi digital dan adopsi kecerdasan buatan juga menuntut pendekatan yang lebih dinamis dalam mengelola data. Dengan sistem tata kelola yang dinamis, organisasi dapat lebih responsif dalam menghadapi tantangan dan peluang baru dalam dunia digital yang terus berkembang.

Kesimpulan

Penerapan keenam prinsip tata kelola data dalam COBIT 2019 akan membantu organisasi dalam mengelola data secara lebih efektif, meningkatkan nilai bisnis, serta memastikan kepatuhan terhadap regulasi yang berlaku. Dengan strategi yang tepat, perusahaan dapat mengoptimalkan penggunaan data untuk mendukung pengambilan keputusan yang lebih baik dan meningkatkan daya saing di era digital.

Next Upcoming Event

Executive Class – IT Governance with COBIT 2019 + AI Strategies and Policies

20 May 2025
- 5 Stars Hotel
  • 17

    days

  • 19

    hours

  • 44

    minutes

  • 38

    seconds

5 Masalah yang Sering Timbul Setelah Adopsi AI dalam Organisasi

5 Masalah yang Sering Timbul Setelah Adopsi AI dalam Organisasi

Artificial Intelligence (AI) telah mengubah cara organisasi bekerja dengan memberikan efisiensi dan inovasi luar biasa. Namun, di balik manfaatnya, ada tantangan besar yang sering muncul setelah AI diterapkan. AI memang menawarkan banyak keuntungan, tetapi tidak bebas dari risiko. Menurut laporan IBM tahun 2023, 77% bisnis pernah mengalami pelanggaran keamanan terkait AI, dengan biaya rata-rata mencapai USD 4,88 juta pada 2024. Angka ini naik 10% dibandingkan tahun sebelumnya. Fakta ini menunjukkan bahwa organisasi perlu waspada terhadap masalah yang muncul setelah menggunakan AI. Berikut adalah 5 permasalahan utama yang seringkali muncul setelah adopsi AI dalam organisasi:

Pengambilan Keputusan yang Bias

AI sering kali dilatih pada data yang mengandung bias, yang dapat menghasilkan keputusan diskriminatif, terutama terhadap kelompok minoritas. Sebuah studi dari MIT’s Computer Science and Artificial Intelligence Laboratory (CSAIL) dan MIT Jameel Clinic, diterbitkan pada 2022, menunjukkan bahwa rekomendasi AI dapat mempengaruhi keputusan darurat, seperti dalam situasi kesehatan mental, dengan mempengaruhi pilihan bantuan polisi lebih sering untuk pria Afro-Amerika atau Muslim. Studi ini menyoroti pentingnya memahami bias dalam AI untuk mencegah ketidakadilan. Selain itu, penelitian lain dari ScienceDirect pada 2023 mengidentifikasi jenis bias seperti diskriminasi gender dan rasial dalam organisasi, menekankan perlunya AI yang bertanggung jawab untuk meningkatkan keadilan korporat.

Dilema Lapangan Pekerjaan

Pengurangan lapangan kerja muncul karena AI mengotomatisasi tugas-tugas rutin, menyebabkan pengurangan lapangan kerja dan perubahan signifikan dalam peran pekerja. Menurut Pew Research Center pada Juli 2023, 19% pekerja AS berada dalam pekerjaan dengan paparan tinggi terhadap AI, di mana aktivitas utama dapat digantikan atau dibantu oleh AI. Studi ini juga menemukan bahwa wanita, pekerja Asia, pekerja berpendidikan tinggi, dan pekerja dengan gaji tinggi lebih terpapar, dengan 23% pekerja memiliki paparan rendah dan 58% memiliki paparan sedang.

Penelitian lain dari ScienceDirect pada 2024 menunjukkan bahwa meskipun ada efek pelengkap AI terhadap pekerjaan, pekerja wanita, tua, dan berpendidikan tinggi merasa lebih khawatir tentang risiko pengurangan lapangan kerja, terutama di sektor manufaktur dan layanan. Ini menunjukkan perlunya strategi pelatihan ulang untuk mengurangi dampak sosial-ekonomi.

Pelanggaran Privasi dan Keamanan Data

Pelanggaran privasi dan keamanan data terjadi karena AI bergantung pada volume besar data pribadi, yang rentan terhadap kebocoran atau penyalahgunaan jika sistem tidak aman. Contohnya, pada 2024, Ticketmaster mengalami pelanggaran data yang memengaruhi 500 juta pelanggan akibat serangan siber, sebagaimana dilaporkan oleh Electric. Selain itu, laporan dari IBM pada 2023 di blog mereka menyebutkan bahwa 77% bisnis menghadapi pelanggaran keamanan AI, dengan biaya rata-rata mencapai USD 4,88 juta pada 2024. 

Dampaknya meliputi hilangnya kepercayaan pelanggan serta kerugian finansial dan denda besar bagi organisasi. Ini menyoroti perlunya langkah keamanan yang kuat, seperti audit rutin dan kolaborasi antara tim AI dan keamanan.

Kegagalan Sistem

Kegagalan sistem adalah kondisi di mana AI tidak berfungsi dengan baik atau membuat keputusan yang salah, berpotensi menimbulkan bahaya. Sebagai ilustrasi, mobil otonom Tesla pernah gagal mendeteksi lampu lalu lintas pada 2022, meningkatkan risiko kecelakaan, sementara chatbot AI Tay dari Microsoft dihentikan pada 2016 karena mengeluarkan komentar ofensif, sebagaimana dicatat oleh Tech.co. Dampaknya adalah gangguan operasional dan risiko keselamatan bagi pengguna.

Organisasi harus melakukan pengujian menyeluruh terhadap AI sebelum implementasi dan memastikan adanya pengawasan manusia untuk keputusan kritis. Pendekatan ini dapat mencegah kegagalan yang merugikan.

Dilema Etis

Dilema etis timbul ketika penggunaan AI memunculkan pertanyaan moral, seperti pelanggaran privasi atau penggantian interaksi manusia. Misalnya, robot perawat seperti Tommy di Italia tidak mampu memberikan empati, sehingga kualitas perawatan pasien dipertanyakan, sebagaimana diungkap dalam studi oleh International Journal of Public Health pada 2021. Dampaknya adalah menurunnya kepercayaan publik dan persepsi bahwa organisasi mengabaikan nilai kemanusiaan.

Organisasi perlu menetapkan pedoman etika yang jelas dan melibatkan manusia dalam situasi yang membutuhkan empati. Dengan demikian, teknologi dapat digunakan tanpa mengorbankan aspek kemanusiaan.

AI menawarkan peluang besar, namun juga membawa tantangan yang tidak boleh diabaikan. Dari keputusan yang bias hingga dilema etis, masalah-masalah ini dapat merusak reputasi dan keuangan organisasi jika tidak ditangani dengan tepat.

Untuk mengatasi hal ini, organisasi perlu mengambil langkah proaktif: mengaudit algoritma secara rutin untuk mencegah bias, menyediakan pelatihan ulang bagi karyawan yang terdampak, memperkuat keamanan data, menguji sistem AI secara menyeluruh, dan menetapkan pedoman etika yang kuat.

Dengan pendekatan yang bijaksana, organisasi dapat memanfaatkan kekuatan AI tanpa mengorbankan kepentingan karyawan, pelanggan, atau masyarakat luas. AI adalah alat yang luar biasa namun, keberhasilannya bergantung pada cara kita menggunakannya.

Next Upcoming Event

Executive Class – IT Governance with COBIT 2019 + AI Strategies and Policies

20 May 2025
- 5 Stars Hotel
  • 17

    days

  • 19

    hours

  • 44

    minutes

  • 38

    seconds

KELAS TATA KELOLA IT DAN AI

Executive Class kembali dengan IT Governance + AI Strategies and Policies! Klik Disini untuk dapatkan Promonya!

17Days
:
11Hours
:
44Mins
:
37Secs